Berita Misi 30 Maret 2024 - Remaja dengan Misi


Remaja dengan Misi

Nathan berusia 6 tahun ketika keluarganya kembali ke India setelah melayani sebagai misionaris di Libanon. Dia adalah seorang anak kecil dan tidak memiliki ketertarikan pada misionaris atau pekerjaan misi.

Namun semuanya berubah ketika Nathan berusia 12 tahun.

Dia menjadi terpesona oleh cerita-cerita misi anak-anak yang dia dengar setiap hari Sabat di gereja.

Segera dia mulai membaca salinan lama dari majalah triwulan Misi Anak dan kadang-kadang bahkan majalah triwulan Misi Pemuda dan Dewasa. Ketika ia membaca cerita-cerita itu, ia rindu untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan.

Dia berpikir, "Jika Tuhan dapat menggunakan anak-anak seusia saya dan bahkan yang lebih muda, mengapa Dia tidak dapat menggunakan saya sebagai misionaris?"

Setahun berlalu. Dua tahun berlalu. Tiga tahun berlalu. Nathan berusia 15 tahun, dan ia masih merasa belum melakukan apa pun untuk Tuhan dalam misi.

Kemudian pandemi COVID-19 menutup India selama berbulan-bulan. Ayah Nathan adalah seorang pendeta, dan atas permintaan orang tuanya, ia mengorganisasi sebuah kelompok belajar Alkitab secara online untuk para remaja yang terjebak di rumah selama masa karantina wilayah. Kelompok online tersebut dengan cepat berkembang menjadi 15 remaja, dan sejumlah anak kecil di bawah 10 tahun juga bergabung.

Kemudian Nathan mendengar ayahnya berkata kepada ibunya, "Anak-anak yang lebih kecil sepertinya tidak bisa bergabung. Grup ini memiliki dua tingkat pembelajaran yang berbeda."

Ketika Nathan berbaring di tempat tidur malam itu, ia merasa terkesan untuk memulai sebuah kelompok Alkitab untuk anak-anak yang lebih kecil.

Saat sarapan, ia berbagi pemikirannya dengan orang tuanya. Mereka menyambut baik ide tersebut dan mendorongnya untuk segera memulainya. Nathan dengan penuh semangat mencari bahan-bahan di perpustakaan rumah. Ia memutuskan bahwa setiap pertemuan ia akan membaca sebuah cerita Alkitab dari buku Cerita Alkitab karya Arthur Maxwell dan memimpin sebuah pendalaman Alkitab singkat dari buku Allah Mengasihi Aku dengan 28 Cara, karya Linda Koh.

Tuhan memberkati usahanya.

Tak lama kemudian, anak-anak bergabung dengan kelompok Alkitab dari sekitar lingkungan sekitar dan bahkan dari daerah lain di India.

Hingga 12 anak bergabung dalam setiap pertemuan mingguan.

Melakukan Lebih Banyak Nathan sangat menikmati memimpin kelompok Alkitab. Ia merasa Tuhan akhirnya memakai dia untuk melakukan pelayanan misi.

Namun, ia rindu untuk melakukan sesuatu yang lebih.

Ketika pembatasan COVID-19 dicabut sekitar satu tahun kemudian, ia mendengar sebuah khotbah tentang seorang gadis yang sakit parah yang berdoa untuk teman-teman, tetangga, dan bahkan misionaris di tempat yang jauh. Pengkhotbah itu mengatakan bahwa gadis tersebut berdoa hanya tiga bulan sebelum dia meninggal, tetapi doanya membuat perbedaan besar dalam banyak kehidupan.

Nathan berpikir, "Saya juga harus berdoa. Saya dapat berdoa untuk teman-teman sekelas, sahabat-sahabat, dan para remaja di lingkungan saya."

Kelas-kelas dimulai kembali di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh tempat Nathan belajar, dan banyak teman sekelasnya yang menganut agama non-Kristen.

Nathan bertanya-tanya siapa yang harus ia doakan. Ia memutuskan untuk berdoa bagi mereka yang tampaknya paling terbuka terhadap kekristenan. Mereka sepertinya adalah tanah yang lebih subur.

Nathan melihat seorang anak laki-laki, bernama Arun, senang bernyanyi saat ibadah pagi dan mendengarkan khotbah dengan penuh perhatian. Ia mulai berdoa untuk Arun.

Suatu hari, ia berkata kepada Arun, "Saya senang kamu tertarik dengan hal-hal yang berbau Kristen."

Arun tersenyum lebar. "Saya suka menyanyikan lagu-lagu ini," katanya. "Dulu, saya menerima Yesus sebagai salah satu dari dewa-dewa saya."

Nathan ingin tahu lebih banyak. "Mengapa orang tuamu memilih sekolah Kristen ini untukmu?" tanyanya. "Kami tinggal di sebuah peternakan di pedesaan," kata Arun. "Satu-satunya bus sekolah yang datang dekat dengan rumah kami adalah bus sekolah Advent."

Percakapan tersebut memulai persahabatan istimewa antara Nathan dan Arun. Setiap kali ada kesempatan, Nathan bercerita tentang kasihnya kepada Yesus.

Ia berdoa agar benih-benih itu berbuah.

Perkara yang Tidak Ada Harapan?

Sementara Nathan menceritakan tentang Yesus kepada Arun, seorang anak laki-laki lain bernama Jai dengan antusias bercerita kepada teman-teman sekelasnya tentang kuasa dan kebaikan para dewa yang disembahnya. Jai sangat bersemangat dalam mempertahankan iman keluarganya, dan dia memakai tanda ritual di dahinya setiap hari. Jai bahkan berbicara kepada Nathan tentang dewa-dewanya.

Nathan memutuskan untuk tidak mendoakan Jai.

Kemudian suatu hari, Nathan memainkan keyboard di sebuah ibadah, dan Jai terkesan dengan keahliannya. Dia memuji Nathan dan bertanya apakah Nathan mau memainkan sebuah lagu dari agamanya menggunakan keyboard.

Dengan sopan, Nathan berkata, "Maaf. Saya hanya memainkan musik Kristen."

Jai tidak mengatakan apaapa lagi kepada Nathan selama beberapa bulan. Nathan terus berdoa untuk teman-teman sekelasnya yang lain dan bersukacita ketika ia melihat Tuhan menjamah hati mereka.

Kemudian suatu hari, Jai menghampiri Nathan dan tibatiba berkata, "Tolong ajarkan aku Doa Bapa Kami."

Nathan tidak bisa memercayai telinganya. Jai tidak terlihat seperti tanah yang subur yang layak untuk didoakan. Namun di sinilah dia, meminta untuk belajar Doa Bapa Kami.

Nathan mulai menceritakan kepada Jai tentang kasihnya bagi Yesus. Seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa Jai berhenti berbicara tentang dewa-dewanya.

Kadang-kadang, ia bahkan datang ke sekolah tanpa tanda di dahinya. "Tuhan kita telah memindahkan Jai dari seorang penentang menjadi seorang pencari kebenaran," kata Nathan. "Saya percaya bahwa tidak lama lagi Jai akan menemukan kebenaran dan tentunya kebenaran akan membawanya kepada kebebasan."

Nathan yakin bahwa Tuhan memakai dia untuk melakukan pelayanan misi, dan dia berdoa untuk melakukan lebih banyak lagi.

Terima kasih atas persembahan misi Sekolah Sabat Anda hari ini yang akan membantu menyebarkan Injil di India dan Nepal.

Tujuh dari 10 proyek Sekolah Sabat melibatkan sekolah-sekolah Advent seperti sekolah tempat Nathan belajar. Terima kasih atas persembahan Anda yang murah hati.

Oleh Andrew McChesney.


Tip Cerita 
> Ucapkan Arun sebagai: ah-ROON.

> Ucapkan Jai sebagai: jay.

> Narator tidak perlu menghafal cerita, tetapi ia harus sudah cukup menguasai materi cerita agar tidak perlu membacanya.

> Sebelum atau sesudah cerita, gunakan peta untuk menunjukkan dua negara di Divisi Asia Selatan–India dan Nepal–yang akan menerima Persembahan Sabat Ketiga Belas.

Anda dapat mengunduh peta misi dengan proyek-proyek tersebut di Facebook di bit.ly/fb-mq.

> Unduh foto untuk menyertai cerita ini di Facebook: bit.ly/fb-mq.

> Unduh Postingan Misi dan Fakta Singkat dari Divisi Asia Selatan: bit.ly/sud-2024.

> Kisah misi ini mengilustrasikan tujuan-tujuan rencana strategis GMAHK “I Will Go”: Tujuan Misi

No. 5, “Memuridkan individu dan keluarga ke dalam kehidupan yang dipenuhi Roh” ; Tujuan Misi No. 6, “Meningkatkan aksesi, retensi, reklamasi, dan partisipasi anak-anak, remaja, dan orang muda dewasa”; dan Tujuan Pertumbuhan Rohani No. 7, “Untuk membantu kaum muda dan dewasa muda menempatkan Allah sebagai yang utama dan memberikan contoh pandangan dunia yang alkitabiah.” Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs web: IWillGo2020.org.


Pos Misi 
> Benggala Barat dan Himachal Pradesh berada di Uni India Utara, yang memiliki 476 gereja, 1.501 kumpulan, dan 163.690 anggota.

Dalam populasi 716.496.000, itu satu Advent untuk setiap 4.377 orang.

Komentar