Semua orang mengenal satu sama lain di kota kecil tempat Jharendra dibesarkan di dekat perbatasan Cina di timur laut India.
Dan semua orang menyembah dewanya masing-masing. Penduduk kota itu menyembah dewa-dewa batu dan kayu. Ada juga yang menyembah Yesus. Dan ada juga yang menyembah matahari dan bulan.
Setiap kali ada hari raya keagamaan, semua orang merayakannya bersama di kuil, di gereja, atau di pinggir jalan.
Suatu hari, Jharendra yang berusia 12 tahun sedang melihat-lihat di salah satu toko di kota, dan matanya tertuju pada sebuah poster yang indah dari gambar Yesus. Poster besar itu menampilkan lukisan Yesus yang tergantung di kayu salib. Kualitas poster itu sangat bagus. Jharendra dapat melihat setiap detail dari lukisan itu. Dia ingin membawanya pulang.
Jharendra tidak tahu banyak tentang Yesus. Yang ia tahu hanya bahwa Yesus adalah Seorang Yang Mahatinggi, Tuhan di antara sekian banyak dewa yang disembah di kotanya.
Ia membeli poster itu.
Ketika ia berjalan pulang, ia bertanya-tanya di mana ia dapat meletakkan poster yang indah itu. Dia ingat bahwa keluarganya memiliki ruang khusus untuk beribadah. Di dalam ruangan itu, keluarga membingkai gambar-gambar sejumlah dewa. Ibu pergi ke ruangan itu setiap hari untuk sujud dan menyembah. Anggota keluarga yang lain juga menyembah dewa-dewa itu.
Tetapi tidak ada gambar Yesus di dalam kamar itu. Jharendra memutuskan bahwa ia akan mengganti kekeliruan itu dengan menggantungkan lukisan Yesus di dinding.
Jadi, ketika ia kembali ke rumah, ia mengambil sebuah palu dan paku milik ayahnya. Dia sedang memalu paku ke sebuah lukisan di dinding ruang ibadah ketika ibunya masuk. Ia langsung menghampiri Jharendra. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ibu menampar pipi Jharendra.
Jharendra merasakan rasa sakit yang sangat menyakitkan di wajahnya. "Mengapa ibu menampar saya?" tanyanya. Ia ingin tahu mengapa ia dihukum. "Tentu saja, Dia adalah Tuhan, tetapi Dia bukan Tuhan kita," kata ibu sambil menunjuk kepada Yesus. "Turunkan gambar itu."
Jharendra mencabut paku dari dinding dan menurunkan gambar itu saat ibu memperhatikannya. Kemudian ibu meninggalkan ruangan.
Jharendra tidak mengerti mengapa ibu tidak ingin gambar Yesus berada di antara dewa-dewanya.
Tetapi ia yakin bahwa ia tidak boleh membuang gambar itu atau meletakkannya di dalam laci. Ia merasakan bahwa Yesus adalah Oknum yang layak disembah dan patut dimuliakan. Ia mengambil lukisan itu, membuka pintu ruang penyembahan, dan melangkah keluar. Melihat ke arah pintu, ia memutuskan bahwa itu adalah tempat yang baik untuk menggantungkan gambar Yesus yang indah itu. Ia mengambil paku dan menancapkannya di bagian atas lukisan itu. Sambil melangkah mundur, ia mengagumi hasil karyanya. Mungkin ibu tidak akan mengizinkannya menempatkan Yesus di antara para dewa di ruang penyembahan, tetapi sekarang ia akan melihat Yesus setiap kali ia memasuki ruangan untuk beribadah. Setiap orang yang masuk ke dalam ruang penyembahan akan melihat Yesus terlebih dahulu.
Meskipun Jharendra dan keluarganya melihat Yesus setiap hari setelah itu, Jharendra sendiri tidak terlalu memikirkan tentang Yesus– sampai ia tumbuh dewasa. Selama menjalani kehidupan yang tidak bahagia, ia mulai membaca Alkitab dan mengunjungi berbagai gereja.
Salah seorang teman, yang merupakan seorang anggota Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, menyadari ketertarikannya pada agama Kristen dan berkata kepadanya, "Jika Anda ingin bergabung dengan suatu gereja, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh memiliki kebenaran."
Jharendra pergi ke gereja Advent. Dia tersentuh oleh khotbah dan segera meminta baptisan kepada pendeta. Ia merasa yakin bahwa ia berada di gereja yang benar ketika pendeta itu menjawab, "Anda hanya bisa dibaptis setelah mempelajari Alkitab. Kami tidak membaptis siapa pun tanpa pendalaman Alkitab."
Setelah dibaptis, ia dikucilkan oleh keluarganya. Namun, ia yakin hari ini bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat. "Saya adalah orang pertama di keluarga saya yang menjadi seorang Kristen," katanya.
Seorang adik laki-laki mengikutinya beberapa tahun kemudian. Ia mengatakan bahwa fakta, bukan perasaan, yang membawanya kepada Yesus, Tuhan di atas segala tuhan. "Jika Anda memilih Kekristenan atau Yesus berdasarkan perasaan, perjalanan Anda mungkin akan berakhir ketika perasaan Anda terluka," katanya. "Tetapi jika Anda memilih Yesus melalui logika dan prinsip-prinsip Anda, perjalanan Anda akan terus berlanjut."
Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan membantu mendukung enam sekolah dan dua gereja di India.
Terima kasih telah merencanakan persembahan yang murah hati pada tanggal 30 Maret.
Oleh Andrew McChesney
Tip Cerita
> Ucapkan Jharendra sebagai: ja-REN-dra.
> Unduh foto di Facebook: bit.ly/fb-mq.
> Unduh Postingan Misi dan Fakta Singkat dari Divisi Asia Selatan: bit.ly/sud-2024.
> Kisah misi ini menunjukkan bagaimana Roh Kudus memimpin pekerjaan Injil di seluruh dunia. Ini menggambarkan rencana strategis Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh “I Will Go”: "Untuk didefinisikan sebagaimana Roh Kudus memimpin."
Informasi lebih lanjut, kunjungi situs web: IWillGo2020.org.org.
Fakta Singkat
> Kolkata (juga dikenal sebagai Kalkuta), di sebelah timur Sungai Hooghly, yakni ibu kota Benggala Barat, India.
> Ketika India memperoleh kemerdekaan pada tahun 1947, Benggala terbelah menjadi dua garis agama. India mengambil bagian barat, dan itu bernama Benggala Barat. Pakistan mengambil bagian timur, disebut Benggala Timur, yang menjadi negara independen Bangladesh pada tahun 1971.
> Taman Nasional Sundarbans dikhususkan untuk melestarikan Harimau Benggala yang terancam punah juga spesies lainnya yang terancam punah seperti lumba-lumba Gangga, terrapin sungai, dan buaya muara.
> Pada Maret 2017, Benggala Barat menjadi 100 persen dialiri listrik setelah listrik akhirnya mencapai desa-desa terpencil di Sunderban.
> Bahasa resmi negara adalah bahasa Bengali dan bahasa Inggris.
Komentar
Posting Komentar