Pelajaran Sekolah Sabat 8 - Kebijaksanaan untuk Hidup Benar

 Sabtu, Februari 17


Kebijaksanaan untuk Hidup Benar

Untuk Pelajaran Pekan Ini Bacalah

Mzm. 119:1-16; Mazmur 90; Yoh. 3:16; Mzm. 95:7-11; Mazmur 141; Mazmur 128.

Ayat Hafalan:

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:12).

Seperti yang telah kita lihat, kasih karunia Allah menyediakan pengampunan dosa, dan itu menciptakan hati yang baru dalam diri pendosa yang bertobat, yang sekarang hidup oleh iman.

Firman Tuhan juga menyediakan petunjuk untuk hidup benar (Mzm. 119:9-16). Memelihara hukum Allah sama sekali bukan ketaatan pada peraturan secara legalistik, tetapi hidup dalam hubungan yang intim dengan Allah, hidup yang penuh dengan berkat (Mzm. 119:1, 2; Mzm. 128).

Namun, kehidupan orang benar bukan tanpa godaan. Kadang-kadang orang benar dapat tergoda oleh sifat licik dosa (Mzm. 141:2-4) dan bahkan jatuh ke dalam pencobaan itu. Tuhan mengizinkan saat-saat ujian untuk membiarkan kesetiaan (atau ketidaksetiaan) anak-anak-Nya terungkap dengan jelas. Jika anak-anak Allah mengindahkan petunjuk dan teguran Allah, iman mereka akan dimurnikan dan kepercayaan mereka kepada Tuhan diperkuat. Kebijaksanaan untuk hidup benar diperoleh melalui dinamika hidup bersama Tuhan di tengah pencobaan dan tantangan. Jadi, doa yang Tuhan ajarkan kepada kita untuk menghitung hari-hari kita sehingga kita dapat memperoleh hati yang bijaksana (Mzm. 90:12), mencerminkan komitmen yang berkelanjutan untuk berjalan dalam kesetiaan kepada Tuhan.

*Pelajari pelajaran pekan ini untuk persiapan Sabat, 24 Februari.



Minggu, Februari 18

Dalam Hatiku Aku Menyimpan Janji-Mu

Bacalah Mazmur 119:1-16, 161-168. Bagaimanakah kita hendaknya menaati perintah-perintah Allah, dan berkat-berkat apakah yang datang dari melakukannya?

 Alkitab menggambarkan kehidupan iman sehari-hari sebagai ziarah (“berjalan”) dengan Tuhan di jalan kebenaran-Nya. Kehidupan iman dipertahankan dengan berjalan “menurut taurat Tuhan” (Mzm. 119:1) dan dengan berjalan “cahaya wajah-Mu” (Mzm. 89:15). Ini sama sekali bukan dua jalan yang berbeda. Berjalan dalam cahaya wajah Allah menyiratkan menegakkan hukum Allah. Demikian pula, berjalan “menurut taurat TUHAN” berarti mencari Allah dengan sepenuh hati (Mzm. 119:1, 2, 10).

Menjadi “orang-orang yang hidupnya tidak tercela” adalah cara lain Mazmur menggambarkan kehidupan yang benar (Mzm. 119:1).“Tidak tercela” menggambarkan pengorbanan “sempurna” yang berkenan kepada Allah (Kel. 12:5). Demikian pula, kehidupan orang benar, yang merupakan persembahan yang hidup (Rm. 12:1), harus dimurnikan dari cinta akan dosa. Hidup yang diabdikan kepada Tuhan juga merupakan “jalan yang sempurna”, yang berarti bahwa orang tersebut mengambil arah yang benar dalam hidup yang berkenan kepada Tuhan (Mzm. 101:2, 6, lihat juga Mzm. 18:33).

Memelihara perintah-perintah Allah tidak ada hubungannya dengan kepatuhan legalistik terhadap aturan-aturan Ilahi. Sebaliknya, itu terdiri dari “pemahaman yang baik” tentang perbedaan antara benar dan salah dan baik dan jahat (Mzm. 111:10, lihat juga 1 Taw. 22:12), dan melibatkan seluruh pribadi, bukan hanya tindakan lahiriah. Menjadi “tidak tercela”, menaati perintah Tuhan dan mencari Tuhan dengan sepenuh hati, adalah sikap yang tidak terpisahkan dalam kehidupan (Mzm. 119:1, 2).

Perintah-perintah Allah adalah wahyu dari kehendak Allah bagi dunia. Itu mengajar orang tentang bagaimana menjadi bijak dan hidup dalam kebebasan dan kedamaian (Mzm. 119:7-11, 133). Pemazmur menyukai hukum karena hukum meyakinkannya akan kesetiaan Allah (Mzm. 119:77, 174).

“Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka” (Mzm. 119:165). Tersandung menggambarkan kegagalan moral. Sebagai pelita bagi kaki pemazmur (Mzm. 119:105), Firman Tuhan melindungi kita dari pencobaan (Mzm. 119:110).

Bagaimanakah Kristus menunjukkan kuasa Firman Allah dalam kehidupan-Nya (Mat. 4:1-11)? Apakah yang hal ini beritahukan kepada kita tentang kekuatan yang berasal dari hati yang bertekad mematuhi hukum Allah?



Senin, Februari 19

Ajarlah Kami Menghitung Hari-Hari Kami

Bacalah Mazmur 90, Mazmur 102:12, dan Mazmur 103:14-16. Apakah kesulitan manusia?

Keberadaan manusia yang jatuh hanyalah uap dalam terang kekekalan. Seribu tahun di hadapan Tuhan adalah “seperti suatu giliran jaga di waktu malam,” yang berlangsung selama tiga atau empat jam (Mzm. 90:4). Dibandingkan dengan waktu Ilahi, masa hidup manusia berlalu begitu saja (Mzm. 90:10). Yang terkuat di antara manusia dianalogikan dengan yang terlemah di antara tumbuhan (Mzm. 90:5, 6; Mzm. 103:15, 16). Namun, hidup yang singkat itu pun dipenuhi dengan kerja keras dan kesedihan (Mzm. 90:10). Bahkan orang-orang sekuler, yang tidak percaya kepada Tuhan, meratapi singkatnya hidup, terutama berbeda dengan keabadian yang ada di luar sana dan, mereka tahu, akan terus berlanjut tanpa mereka.

Mazmur 90 menempatkan kesulitan manusia dalam konteks kepedulian Allah terhadap manusia sebagai Pencipta mereka. Tuhan telah menjadi tempat perteduhan umat-Nya sepanjang generasi (Mzm. 90:1, 2). Kata Ibrani ma‘on, “tempat perteduhan”, menggambarkan Tuhan sebagai naungan atau tempat perlindungan umat-Nya (Mzm. 91:9).

Tuhan menahan murka-Nya yang benar dan memperluas kasih karunia-Nya lagi. Pemazmur berseru, “Siapakah yang mengenal kekuatan murka-Mu?” (Mzm. 90:11), menyiratkan bahwa tidak seorang pun pernah mengalami dampak dari murka Allah yang penuh terhadap dosa, sehingga ada harapan bagi orang untuk bertobat dan mendapatkan hikmat untuk hidup benar.

Kebijaksanaan dalam Alkitab tidak hanya menggambarkan kecerdasan tetapi penghormatan kepada Tuhan. Hikmat yang kita butuhkan adalah mengetahui bagaimana “menghitung hari-hari” kita (Mzm. 90:12). Jika kita dapat menghitung hari-hari kita, itu berarti hari-hari kita terbatas dan kita tahu bahwa hari-hari itu terbatas. Hidup bijak berarti hidup dengan kesadaran akan kefanaan hidup yang mengarah pada iman dan ketaatan. Hikmat ini diperoleh hanya melalui pertobatan (Mzm. 90:8, 12) dan pemberian Allah berupa pengampunan, kemurahan, dan belas kasihan (Mzm. 90:13, 14).

Masalah mendasar kita bukan berasal dari fakta bahwa kita diciptakan sebagai manusia, tetapi dari dosa dan dari apa yang telah dilakukan dosa di dunia kita. Efeknya yang menghancurkan terlihat dan telah dilakukan setiap orang.

Namun, terima kasih kepada Yesus, sebuah jalan telah dibuat bagi kita untuk keluar dari kesulitan manusiawi kita (Yoh. 1:29, Yoh. 3:14-21). Jika tidak, kita tidak akan memiliki harapan sama sekali.

Tidak peduli seberapa cepat hidup kita berlalu, janji apakah yang kin kita di dalam Yesus? (Lihat Yohanes 3:16). Harapan apakah yang akan kita miliki tanpa Dia?



Selasa, Februari 20

Ujian Tuhan

Bacalah Mazmur 81:8, 9, Mazmur 95:7-11, dan Mazmur 105:17-22. Apakah yang tercakup dalam ujian Ilahi dalam ayat-ayat ini?

Meribah adalah tempat Israel mencobai Allah dengan menantang kesetiaan dan kuasa-Nya untuk memenuhi kebutuhan mereka (Kel. 17:1-7; Mzm. 95:8, 9). Mazmur 81 membuat pembalikan yang menarik dan menafsirkan peristiwa yang sama dengan saat Allah menguji Israel (Mzm. 81:8). Dan, karena ketidaktaatan dan kurangnya kepercayaan (Mzm. 81:12), bangsa itu gagal dalam ujian Allah.

Referensi ke Meribah menyampaikan pesan ganda. Pertama, umat Tuhan tidak boleh mengulangi kesalahan generasi sebelumnya. Sebaliknya, mereka harus memercayai Allah dan berjalan di jalan-Nya (Mzm. 81:14). Kedua, meskipun bangsa itu gagal dalam ujian, Allah datang menyelamatkan mereka ketika mereka berada dalam kesulitan (Mzm. 81:8). Kasih karunia Allah yang menyelamatkan di masa lalu memberikan jaminan kasih karunia Allah kepada generasi baru.

Mazmur 105 menunjukkan bahwa pencobaan adalah cara Tuhan menguji kepercayaan Yusuf pada Firman Tuhan tentang masa depannya (Kej. 37:5-10; Mzm. 105:19). Kata Ibrani Tsarap, “diuji”, dalam ayat 19 mengandung arti “membersihkan”, atau “memurnikan”. Jadi, tujuan ujian Tuhan atas iman Yusuf adalah untuk menghilangkan keraguan apa pun akan janji Tuhan dan untuk memperkuat kepercayaan Yusuf akan bimbingan Tuhan.

Tujuan dari disiplin Ilahi adalah untuk menguatkan anak-anak Allah dan mempersiapkan mereka untuk penggenapan janji, seperti yang ditunjukkan dalam teladan Yusuf (Mzm. 105:20-22).

Namun, penolakan terhadap perintah Allah akan menghasilkan sikap keras kepala dan mengeraskan hati orang yang keras kepala.

“Allah menuntut kepatuhan yang cepat dan tidak diragukan lagi terhadap hukum-Nya; tetapi manusia tertidur atau dilumpuhkan oleh tipu muslihat Iblis, yang menyarankan dalih-dalih, dan mengalahkan keragu-raguan mereka, dan mengatakan seperti yang dikatakannya kepada Hawa di taman: ‘kamu tidak akan mati.’ Ketidaktaatan tidak hanya mengeraskan hati dan hati nurani dari yang bersalah, tetapi cenderung merusak iman orang lain. Apa yang tampak sangat salah bagi mereka pada awalnya, lambat laun kehilangan penampilan ini dengan terus-menerus berada di hadapan mereka, sampai akhirnya mereka mempertanyakan apakah itu benar-benar dosa dan secara tidak sadar jatuh ke dalam kesalahan yang sama.”—Ellen G. White, Testimonies for the Church, vol.4, hlm. 146.

Apakah pengalaman Anda sendiri tentang bagaimana dosa mengeraskan hati? Mengapa pikiran itu harus mendorong kita ke salib, di mana kita dapat menemukan kekuatan untuk taat?



Rabu, Februari 21

Tipu Daya dari Jalan yang Jahat

Bacalah Mazmur 141. Apakah yang didoakan pemazmur?

 Mazmur 141 adalah doa untuk perlindungan dari godaan di dalam dan dari luar. Pemazmur tidak hanya terancam oleh rencana orang fasik (Mzm. 141:9, 10) tetapi juga tergoda untuk bertindak seperti orang fasik. Kelemahan pertama adalah pengendalian diri dalam berbicara, dan pemazmur berdoa agar Tuhan menjaga pintu bibirnya (Mzm. 141:3). Gambaran ini mengacu pada penjagaan gerbang kota yang pada zaman Alkitab melindungi kota.

Godaannya juga apakah anak Tuhan akan menyerah pada nasihat orang benar atau terpikat oleh makanan lezat orang fasik (Mzm. 141:4, 5). Pemazmur menggambarkan hatinya sebagai ancaman utama karena di sanalah pertempuran sesungguhnya terjadi. Hanya doa yang tak henti-hentinya dengan kepercayaan penuh dan pengabdian kepada Tuhan yang dapat menyelamatkan anak Tuhan dari pencobaan (Mzm. 141:2).

Bacalah Mazmur 1:1 dan Mazmur 141:4. Bagaimanakah karakter pencobaan yang progresif dan licik digambarkan di sini?

Mazmur 141:4 menggambarkan sifat pencobaan yang progresif. Pertama, hati cenderung ke arah kejahatan. Kedua, itu mempraktikkan perbuatan jahat (artinya dalam bahasa Ibrani menggarisbawahi karakter berulang dari tindakan tersebut). Ketiga, hati memakan makanan kelezatan orang fasik, yakni menerima perbuatan jahat mereka sebagai sesuatu yang diinginkan.

Demikian pula, dalam Mazmur 1:1 pencobaan datang untuk mencegah anak Allah berjalan di jalan Tuhan dengan membuatnya berjalan bersama orang fasik, berdiri di jalan orang berdosa, dan akhirnya duduk bersama orang yang mencemooh. Pendosa, jahat, dan pencemooh: kita tidak boleh seperti mereka atau membiarkan mereka menjauhkan kita dari Tuhan.

Mazmur menggambarkan karakter pencobaan yang maju, memikat, dan licik yang menggarisbawahi fakta bahwa hanya ketergantungan total pada Tuhan yang dapat menjami kemenangan seseorang. Mazmur menekankan pentingnya kata-kata yang diucapkan, dan didengarkan, di tengah pencobaan. Akhir dari orang jahat dan orang benar seharusnya mengajar orang-orang untuk mencari hikmat dari Allah (Mzm. 1:4-6; Mzm. 141:8-10). Namun dalam kedua mazmur ini, pembenaran akhir dari anak-anak Allah tetap ada di masa depan. Ini berarti bahwa orang beriman dipanggil untuk dengan sabar memercayai Tuhan dan menanti-nantikan Dia.



Kamis, Februari 22

Berkat-Berkat Hidup Benar

Bacalah Mazmur 1:1-3, Mazmur 112:1-9, dan Mazmur 128. Berkat apakah yang dijanjikan bagi mereka yang menghormati Tuhan?

Dari banyak berkat yang dijanjikan kepada mereka yang menghormati Tuhan, kedamaian mungkin adalah salah satu yang terbesar. Mazmur 1 menggambarkan orang benar dengan perumpamaan pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya dan yang tidak layu daunnya (Mzm. 1:3; Yer. 17:7, 8; Yeh. 47:12). Perumpamaan ini mengidentifikasi sumber dari semua berkat, yaitu, tinggal di hadirat Allah di tempat kudus-Nya dan menikmati hubungan yang tidak terputus dan penuh kasih dengan Allah. Berbeda dengan orang jahat, yang digambarkan sebagai sekam, tanpa stabilitas, tempat, dan masa depan, orang benar bagaikan pohon yang berbuah dan berakar, tempat yang dekat dengan Tuhan dan hidup yang kekal.

Mazmur 128:2, 3 membangkitkan berkat-berkat kerajaan Mesias, di mana duduk di bawah pohon anggur dan pohon ara sendiri adalah lambang kedamaian dan kemakmuran (Mi. 4:4). Berkat perdamaian atas Yerusalem (Mzm. 122:6-8; Mzm. 128:5, 6) menyampaikan harapan pada Mesias yang akan mengakhiri kejahatan dan memulihkan perdamaian di dunia.

“Di dalam Alkitab, warisan orang-orang yang diselamatkan disebut suatu ‘tanah air’ (Ibr. 11:14-16). Di sana Gembala surgawi menuntun gembalaan-Nya ke mata air hidup. Pohon kehidupan memberikan buahnya setiap bulan, dan daun pohon itu adalah untuk keperluan bangsa-bangsa. Di sana ada sungai-sungai yang airnya terus mengalir, jernih bagaikan hablur atau kristal, dan di tepi-tepi sungai itu ada pepohonan yang melambai-lambai yang memberikan bayang-bayangnya ke jalan-jalan yang telah disediakan bagi umat tebusan Tuhan. Di sana dataran-dataran luas terhampar sampai ke bukit-bukit yang indah dan gunung-gunung Allah berdiri dengan puncak-puncaknya yang tinggi. Di dataran-dataran yang tenang dan damai ini, di samping sungai-sungai yang hidup, umat Allah, yang telah lama mengembara dan menjadi musafir mendapatkan tempat tinggal mereka.”—Ellen G. White, Alfa dan Omega, jld. 8, hlm. 713.

Perjanjian Baru menggambarkan penggenapan pengharapan itu dalam kedatangan Kristus yang kedua kali dan penciptaan dunia baru (Mat. 26:29; Wahyu 21). Oleh karena itu, sementara orang benar menerima banyak berkat dalam hidup ini, kepenuhan kemurahan Tuhan menanti mereka ketika kerajaan Tuhan dipulihkan sepenuhnya pada akhir zaman.

Mengapa salib, dan apakah yang terjadi di sana, merupakan jaminan dari janji-janji yang ditemukan dalam Perjanjian Baru tentang apakah yang Allah sediakan bagi kita? Bagaimanakah kita dapat memperoleh penghiburan dari janji-janji itu bahkan pada saat ini?



Jumat, Februari 23

Pendalaman

Di zaman modern ini, memperoleh kebijaksanaan tampaknya tidak begitu diinginkan seperti mencapai kebahagiaan. Orang lebih suka bahagia daripada bijak. Namun, dapatkah kita benar-benar bahagia dan menjalani kehidupan yang memuaskan tanpa hikmat Ilahi? Kitab Mazmur dengan jelas mengatakan bahwa kita tidak bisa. Kabar baiknya adalah kita tidak diminta untuk memilih antara kebijaksanaan dan kebahagiaan.

Sebuah contoh sederhana dari bahasa Ibrani dapat mengilustrasikan hal ini. Dalam bahasa Ibrani, kata “langkah” dalam bentuk jamak (’ashrey) terdengar sangat mirip dengan kata “kebahagiaan” (’ashrey). Meskipun kita melewatkan asosiasi ini dalam terjemahan bahasa Inggris, itu menyampaikan pesan yang kuat: “langkah” berpegang pada jalan Tuhan mengarah pada kehidupan yang “bahagia” (Mzm. 1:1; Mzm. 17:5; Mzm. 37:31; Mzm. 44:19; Mzm. 89:16; Mzm. 119:1). Di dalam Alkitab, baik hikmat maupun kebahagiaan bukanlah konsep abstrak, melainkan pengalaman nyata.

Mereka ditemukan dalam hubungan dengan Tuhan, yang terdiri dari menghormati, memuji, menemukan kekuatan, dan memercayai Tuhan. Mazmur 25:14 mengatakan bahwa “Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.”

“Bersyukur kepada Allah atas semua gambaran sukacita yang telah Dia berikan kepada kita. Marilah kita kumpulkan semua jaminan kasih-Nya yang penuh berkat, agar kita dapat memandangnya terus-menerus: Anak Allah meninggalkan takhta Bapa-Nya, menutupi keilahian-Nya dengan kemanusiaan, agar Dia dapat menyelamatkan manusia dari kuasa setan; kemenangan-Nya atas nama kita, membuka pintu surga bagi manusia, mengungkapkan kehadiran-Nya kepada penglihatan manusia di mana Allah menyingkapkan kemuliaan-Nya; bangsa yang jatuh dan terjerumus dalam dosa telah diangkat dari lubang kehancuran, dan dibawa kembali ke dalam hubungan dengan Allah yang tak terbatas, dan setelah kita melewati ujian Ilahi melalui iman kita pada Sang Penebus, kita akan dipakaikan jubah kebenaran Kristus, dan ditinggikan di atas takhta Kristus—Ini adalah gambaran yang Allah ingin kita renungkan.”—Ellen G. White, Langkah kepada Kristus, hlm. 201, 202.

Pertanyaan Pertanyaan untuk Diskusi:

Bagaimanakah Firman Tuhan dapat menjadi sumber kesenangan seseorang dan bukan hanya pengajaran? Bagaimanakah diisi dengan Firman Allah berhubungan dengan tinggal di dalam Yesus Kristus, Firman itu (Yoh. 1:1; Yohanes 15:5, 7)?

 Apakah yang terjadi ketika manusia secara sadar dan terus-menerus menolak ajaran Tuhan (Mazmur 81; Mazmur 95)? Menurut Anda mengapa itu terjadi?

Mengapa jalan orang fasik terkadang tampak lebih diinginkan daripada nasihat orang benar(Mazmur 141)? Artinya, bagaimanakah kita menghadapi fakta yang tampak bahwa sering kali orang fasik kelihatannya baik-baik saja?

Komentar