Kebahagiaan, Janda yang Tak Memiliki Anak

Kebahagiaan, Janda yang Tak Memiliki Anak

Ratnamaya menikah di Nepal saat ia berusia 13 tahun. Bertahun-tahun berlalu, dia tidak memiliki anak.

Penduduk kota memanggilnya dengan sebutan yang tidak baik. Teman dan kerabat memandangnya sebagai orang yang dikutuk.

Suaminya menyalahkannya dan minum minuman keras.

Ratnamaya merasa sangat sedih.

Dia sangat ingin memiliki seorang anak. Dia mencoba segala cara untuk hamil.

Tetapi tidak ada yang berhasil.

Ketika tampaknya hidup semakin memburuk, suaminya tiba-tiba meninggal dunia.

Kesedihan Ratnamaya pun semakin bertambah. Sekarang ia harus hidup dengan rasa sakit yang berlipat ganda karena tidak memiliki anak dan menjadi seorang janda. Ia merasa sangat kesepian.

Ia melihat orang lain hidup bahagia dengan anak dan cucu.

Kemudian pandemi COVID-19 melanda, dan ia terjebak dalam karantina wilayah selama berbulan-bulan. Dia perlahan-lahan kehilangan semangat untuk hidup.

Saat itulah seorang keponakannya mampir ke rumah kecilnya.

Pembatasan karantina wilayah mulai longgar, dan keponakan mengundangnya untuk mengunjungi gerejanya. "Datanglah ke gereja saya," katanya. "Kamu akan mendengar banyak hal baru, dan kamu juga bisa mendapatkan sebuah bingkisan."

Gereja tersebut membagikan beras dan selimut kepada orangorang yang membutuhkan selama pandemi.

Ratnamaya memutuskan untuk pergi. Ibadah Sabat mengejutkannya. Ia dibesarkan dalam agama non-Kristen, dan ini adalah pertama kalinya ia mengikuti acara Kristen.

Dia sangat tertarik pada nyanyian pujian, dan dia merasakan kedamaian di dalam hatinya ketika dia mendengarkan orang-orang bernyanyi tentang Yesus.

Para pengunjung gereja menyapa Ratnamaya dan berbicara dengannya.

Ia heran karena tidak ada seorang pun yang memanggil namanya atau meremehkannya.

Tidak ada yang mengatakan bahwa ia harus disalahkan karena menjadi seorang janda tanpa anak. 

Sebaliknya, semua orang berbicara dengan ramah dan penuh kasih kepadanya.

Setelah hari Sabat itu, beberapa wanita dari gereja mulai mengunjungi Ratnamaya di rumahnya. Mereka mengajarinya Alkitab dan berdoa bersamanya.

Ratnamaya mulai pergi ke gereja setiap hari Sabat.  Ia merasa senang setiap kali pergi ke gereja dan berbicara dengan orang-orang di gereja.

Ia sangat senang mengetahui bahwa Yesus sangat mengasihinya.

Ia tidak lagi merasa kesepian dan sedih. Di dalam Yesus, ia menemukan sukacita yang telah hilang sepanjang hidupnya. Ia merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia! "Tuhan telah memberikan damai sejahtera-Nya di dalam hati saya," katanya. "Saya akan selalu bersyukur kepada Tuhan atas kasih-Nya dan segala sesuatu yang telah Dia lakukan dalam hidup saya."

Saat ini, Ratnamaya berusia 65 tahun dan masih terus bertumbuh dalam iman Kristennya.  Ia tidak pernah bersekolah, jadi ia tidak bisa membaca atau menulis.

Namun, ia mempelajari Alkitab dengan para wanita di gereja dan dengan mendengarkan podcast radio yang diproduksi oleh Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. "Saya ingin bertumbuh lebih lagi di dalam Tuhan, jadi saya meminta semua orang untuk mendoakan saya," katanya.

Salah satu ayat Alkitab favorit Ratnamaya adalah Filipi 4: 4, di mana Paulus berkata, "Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan, bersukacitalah!" "Saya tidak memiliki suami atau anak, tetapi saya tidak pernah merasa kesepian karena saya dapat bersukacita di dalam Tuhan dan Juruselamat saya," katanya. "Tuhanku selalu bersamaku, dan Dia mengasihiku lebih dari apa pun."

Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan membantu membangun sebuah sekolah dasar di mana anak-anak dapat belajar membaca dan menulis di Nepal.


Tip Cerita

> Ucapkan Ratnamaya sebagai: RAT-na-maya.

> Unduh foto di Facebook: bit.ly/fb-mq.

> Unduh Postingan Misi dan Fakta Singkat dari Divisi Asia Selatan: bit.ly/sud-2024.

> Kisah misi ini mengilustrasikan tujuan dari rencana strategis Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh “I Will Go”: Tujuan Pertumbuhan Rohani No. 5, “Memuridkan individu dan keluarga ke dalam kehidupan yang dipenuhi Roh.” Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs web: IWillGo2020.org.

POS MISI

> Nepal telah bertahun-tahun menutup perbatasannya, dan Advent tidak diizinkan masuk. Namun, orang Nepal yang bepergian ke luar negara mendengar pesan gereja dan kembali ke rumah untuk berbagi dengan teman dan keluarga mereka.

> Pada tahun 1936, Kenneth Simpson dan dua misionaris medis Advent mengunjungi beberapa desa di Nepal di sepanjang perbatasan dan berkhotbah kepada mereka dalam bahasa Hindi.

Itu adalah pertama kalinya mereka mendengar tentang Yesus dan Alkitab.

> Pada tahun 1951,  Nepal mulai membuka perbatasan dengan orang asing dan turis. Ketika membagikan kartu pelajaran Alkitab Voice of Prophecy di perbatasan, Pendeta George Vandeman diberi tahu, “Kamu sangat terlambat. Saya sudah di Pelajaran 30. ” Orang itu terbukti menjadi salah satu dari banyak orang yang telah mempelajari Advent dengan cara ini.

> Dr. Stanley Gordon dan Ny. Raylene Sturges mendirikan Rumah Sakit Scheer Memorial pada bulan Juni 1957. Sekarang memiliki 150 tempat tidur.

Komentar