Abigail tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lebih dari segalanya, dia ingin menjadi seorang perawat. Tetapi dia harus bekerja untuk membayar biaya kuliahnya.
Dia baru saja memulai tahun pertamanya di Perguruan Tinggi Advent Keperawatan dan Kebidanan Ghana di negara Afrika Barat.
Kelas anatomi dan fisiologi adalah kelas yang sangat sulit.
Di malam hari, Abigail menangis karena dia tidak bisa memahami anatomi dan fisiologi. Ketika dia bangun di pagi hari, dia menangis lagi.
Dia terdaftar di kelas delapan, dan beban kerjanya hanya menyisakan sedikit waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Dia berdoa
dengan putus asa kepada Tuhan untuk membantunya lulus, terutama anatomi dan fisiologi.
Setelah memberikan kuis pertama, sang dosen mengatakan kepada kelas anatomi dan fisiologi, "Nilai tertinggi adalah 75 persen."
Abigail menghela napas dan berpikir, "Aduh, kalau begitu saya mendapat 35 persen."
Dosen tidak mengatakan siapa yang mendapat nilai tertinggi.
Keesokan harinya, ketika nilai kuis dikembalikan kepada mahasiswa, Abigail melihat bahwa dia mendapat nilai 75 persen. Dia tidak bisa memercayai matanya.
Seorang teman sekelas yang duduk di dekatnya berbisik, "Apa yang kau dapatkan?" Abigail menunjukkan kertasnya. "Jadi, kamulah yang mendapat nilai tertinggi!" seru teman sekelasnya.
Abigail merasa malu. "Tolong, jangan bilang siapa-siapa," katanya. "Baiklah, saya tidak akan bilang," katanya.
Rahasia Abigail terungkap di depan kelas ketika dia mendapat nilai 100 persen pada ujian tengah semester.
Sang dosen berbicara kepadanya di depan kelas. "Kamu mendapat nilai tertinggi pada kuis pertama," katanya. "Kamu mendapat nilai tertinggi pada kuis kedua. Sekarang kamu mendapat nilai 100 persen pada ujian tengah semester. Jangan bersembunyi lagi di kelas. Ketika saya mengajukan pertanyaan, jangan ragu untuk menjawabnya."
Abigail mulai berani berbicara di kelas. Ketika dosen mengajukan pertanyaan, dia tidak keberatan menjawab. Kadang-kadang ia bahkan tidak mengangkat tangannya dan hanya menjawab.
Tak lama kemudian, teman-teman sekelasnya memberinya julukan, "Ibu Anatomi." Abigail tidak keberatan dengan nama barunya. Dia hanya tersenyum ketika teman-teman sekelasnya memanggilnya "Ibu Anatomi." Dia tersenyum lebih lebar lagi ketika dia mendapatkan kembali ujian akhir di kelas. Itu adalah nilai yang sempurna.
Abigail memuji Tuhan karena telah membantu dalam kelas anatomi dan fisiologi, dan semua mata kuliahnya.
Sekarang, dia sudah setengah jalan melalui tiga tahun studi keperawatan dan memiliki indeks prestasi kumulatif tertinggi dari semua mahasiswa di kampus. Dia juga telah menerima beasiswa parsial, menghilangkan sebagian dari tekanan untuk bekerja.
"Ini adalah berkat Tuhan," katanya. "Ini bukan saya. Ini adalah berkat Tuhan."
Setelah mengikuti pekan doa di kampus, Abigail memutuskan
untuk dibaptis dan bergabung dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Ia mengasihi Allah dengan segenap hati dan ingin hidup bagi-Nya.
Namun, ia menghadapi perlawanan di rumah. Seorang kerabat dekat yang merupakan anggota-denominasi lain telah meremehkan keinginannya, menyebutnya dosa.
Abigail tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia tidak tahu kepada siapa dia bisa berpaling kecuali Tuhan. Dia berdoa agar Tuhan menolongnya. Dia yakin bahwa Tuhan yang telah menolongnya mendapatkan nilai yang baik akan menolongnya melayani Dia dengan setia sekarang dan selamanya.
Berdoalah untuk Abigail saat ia mencari kehendak Tuhan dalam hidupnya. Berdoa untuk semua 770 mahasiswa di Perguruan Tinggi Advent Keperawatan dan Kebidanan.
Bagian dari dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan membantu mengembangkan sekolah tinggi tersebut, yang dibuka dengan 22 mahasiswa pada tahun 2015, dengan ruang kelas baru dan asrama. Permintaan jauh melebihi yang tersedia di perguruan tinggi tersebut, di mana hanya 30 persen dari para mahasiswa penganut agama Advent.
Terima kasih atas kemurahan hati Anda dalam Persembahan Sabat pada tanggal 30 Desember.
Oleh Andrew McChesney
Komentar
Posting Komentar