Kesaksian tentang Kesetiaan Mordekhai

Kesaksian tentang Kesetiaan Mordekhai

Hidup di tanah asing, cepat atau lambat, Mordekhai dan Ester kemungkinan besar akan menghadapi masalah, jika mereka tetap setia kepada Allah. Pastinya, ini yang menjadi kasusnya Mordekhai

Bacalah Ester 3: 1-15. Apakah yang terjadi di sini dan mengapa?

Dalam Ester 3, kita belajar bahwa Raja Ahasyweros mengaruniakan kehormatan kepada Haman dan memberikan kepadanya sebuah posisi yang tinggi dan penuh dengan kekuasaan. Setiap orang diperintahkan untuk bersujud di hadapan Haman. Tetapi kita baca, “Dan semua pegawai raja yang di pintu gerbang istana raja berlutut dan sujud kepada Haman, sebab demikianlah diperintahkan raja tentang dia, tetapi Mordekhai tidak berlutut dan tidak sujud” (Est. 3: 2). Kitab Suci tidak memberikan alasan mengapa Mordekhai tidak berlutut di hadapan orang ini. Tetapi kita tahu alasannya. Dia adalah seorang Yahudi yang setia. Mordekhai tidak mau memberi penghormatan kepada seorang keturunan Agag, orang Amalek, musuh dari bangsanya sejak mereka keluar dari Mesir (Ul. 25: 19). Bagaimanakah mungkin seorang Yahudi yang setia berlutut di hadapan seorang • Amalek? Atau, dalam hal ini, menyembah seseorang selain dari pada Tuhan?

“Maka para pegawai raja yang di pintu gerbang istana raja berkata kepada Mordekhai: ‘Mengapa engkau melanggar perintah raja?’” (Est. 3: 3). Walaupun kita tidak tahu secara rinci bagaimana responsnya, ayat selanjutnya mengatakan bahwa “Setelah mereka menegor dia berhari-hari dengan tidak didengarkannya juga, maka hal itu diberitahukan merekalah kepada Haman untuk melihat, apakah sikap Mordekhai itu dapat tetap, sebab ia telah menceritakan kepada mereka, bahwa ia orang Yahudi” (Est. 3: 4). Tentu saja dengan respons seperti itu, Mordekhai mendapatkan sebuah kesempatan untuk menjelaskan bahwa dia adalah seorang penyembah Allah yang menciptakan langit dan bumi, dan dia tidak bisa menyembah manusia yang berdosa, siapa pun. Tidak diragukan lagi Mordekhai, dalam taraf tertentu sanggup untuk bersaksi tentang imannya, yaitu satu iman yang dianutnya dengan sangat kuat sehingga itu membahayakan dirinya sendiri, tetapi sayangnya, membahayakan juga orang lain.

“Dari Daniel dan kawan-kawannya dan Mordekhai, sebuah sinar terang bersinar di antara kegelapan moral dari istana kerajaan Babel”—Ellen G. White, Advent Review and Sabbath Herald, 13 Mei 1884.

Ketika Haman ingin membinasakan orang Yahudi, gambarannya tentang mereka adalah, “Ada suatu bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa di dalam seluruh daerah kerajaan tuanku, dan hukum mereka berlainan dengan hukum segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka, sehingga tidak patut bagi raja membiarkan mereka leluasa” (Est. 3: 8). Satu bangsa yang kebiasaannya berbeda dan tidak menuruti hukum-hukum raja? Sungguh satu resep yang sempurna untuk mendapatkan penganiayaan.

Apa sajakah cara-cara, bahkan untuk saat ini, ketika kita bisa diuji sama seperti Mordekhai? Bagaimanakah kita menanggapinya?

Komentar