Alasan-Alasan Kita: Berbagai Pandangan Salah

Alasan-Alasan Kita: Berbagai Pandangan Salah

Ketika badai datang, Yunus menyalahkan dirinya sendiri (Yun. 1: 1-12). Sikapnya benar-benar menyatakan sesuatu mengenai cara pandang dan pengertian tentang Allah atau “allah-allah” yang dimiliki orang-orang pada waktu itu. Mereka percaya, bermacam-macam allah memerintah di berbagai tempat di daratan, sementara di lautan dianggap sebagai alam yang kacau dari setan-setan. Menurut cara pandang para pelaut ini, korban dibutuhkan untuk meredakan amarah para setan ini. Walaupun Yunus adalah seorang Ibrani, dia bisa saja memiliki sebuah cara pandang yang dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional pada waktu itu.

Bacalah Yunus 2: 1-3, 7-10. Apakah yang ayat-ayat ini sampaikan sehubungan dengan bagaimana Yunus mulai mengerti tentang pemeliharaan Allah?

Walaupun Yunus sedang berlari dari wilayah di mana orang-orang mengakui bahwa Yahwe adalah Allah mereka, dia belajar (dengan cara berat) bahwa walaupun dia sedang melakukan perjalanan ke tempat yang memiliki budaya asing, Yahwe masih tetap berdaulat. Angin dan ombak adalah milik Tuhan. Ikan-ikan juga, “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mzm 24: 1). Hati Yunus dibalikkan kepada Penguasa bumi dan laut, dan itulah sebabnya dia membuat pengakuan dan diselamatkan.

Kita juga bisa salah mengerti tentang Allah dan apa yang Dia harapkan dari kita. Salah satu kesalahpahaman yang umum adalah bahwa Allah rindu kita berfokus pada keselamatan kita sendiri dan melepaskan diri dari kefasikan dunia yang ada di sekitar kita. Walaupun kepada kita diinstruksikan untuk menjaga diri kita agar “tidak dicemarkan oleh dunia” (Yak. 1: 27), fokus kita seharusnya ada pada bagaimana kita bisa membawa berkat-berkat dan pengharapan dari Allah kepada mereka yang membutuhkan.

Kesalahpahaman lainnya yang membuat kita berhenti untuk menerima panggilan Allah ke dalam misi adalah memercayai bahwa kesuksesan tergantung pada diri kita sendiri. Kita tidak bisa menyelamatkan satu jiwa sama seperti Yunus tidak menyelamatkan Niniwe. Kita bisa saja memiliki sebuah mentalitas “penyelamat” sehubungan dengan misi. Panggilan kita bukanlah melakukan penyelamatan tetapi untuk bekerja sama dengan Allah dalam pekerjaan penyelamatan-Nya. Kita bisa memberikan kesaksian yang memuliakan Allah karena Dia telah mengubah kita dengan cara yang spesial, tetapi hanya Allah yang dapat menarik orang-orang kepada diri-Nya. Kita bisa menanam benih-benih kebenaran, tetapi hanya Allah yang dapat mengubahkan hati. Kita kadang menjadi bingung dengan peranan Allah dan peranan kita, sehingga dengan ini kita bisa mencari alasan untuk tidak bersaksi. Ya, Allah menggunakan Yunus, tetapi hanya Allah, dan bukan Yunus, yang membuat Niniwe bertobat.

Memenangkan jiwa-jiwa itu berat, terlalu berat bagi manusia untuk melakukannya sendiri. Sebaliknya, bagaimanakah kita dapat belajar untuk membiarkan Allah memenangkan jiwa-jiwa, melalui kita, kehidupan kita, dan kesaksian kita?

Komentar