ABRAHAM MENANTIKAN SEBUAH KOTA

 

ABRAHAM MENANTIKAN SEBUAH KOTA


'Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah' (Ibrani 11:10).

Abraham tidak mempunyai harta benda di dunia ini "setapak tanah pun tidak."Iamempunyai banyak perkara dan ia gunakan semuanya itu demi kemuliaan Allah dan untuk kebajikan sesama manusia; tetapi ia tidak menganggap dunia ini sebagai rumahnya. Tuhan telah memanggil dia untuk meninggalkan bangsanya yang menyembah berhala dengan janji akan memberikan kepadanya tanah Kanaan sebagai harta milik untuk selama-lamanya; namun demikian baik ia atau anak-anaknya atau cucunya, tidak memperolehnya.

Pada waktu Abraham mencari satu tempat untuk kuburan, ia harus membelinya dari seorang Kanaan. Satu-satunya harta miliknya di Tanah Perjanjian itu adalah liang kubur yang ada di gua Makhpela.

Tetapi Firman Allah tidak pernah gagal; itu juga tidak menemui kegenapannya yang terakhir dengan didudukinya Kanaan oleh bangsa Yahudi.... Abraham sendiri harus ambil bagian dalam warisan itu .... Dan Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa janji-janji yang diberikan kepada Abraham akan digenapkan melalui Kristus .... Allah telah memberikan kepada Abraham satu pandangan akan pusaka yang kekal itu, dan ia puas dengan pengharapan ini. "Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah."

Tentang keturunan Abraham tertulis sebagai berikut, "Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini." Kita harus hidup sebagai pengembara dan orang asing di dunia ini jikalau kita ingin memperoleh "tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air surgawi"—Alfa dan Omega, jld. 1, hlm. 192,193.


Komentar