Sebuah Kisah Mukjizat
Nama saya memiliki arti “mukjizat.” Kisah saya ini adalah sebuah mukjizat— tetapi mungkin tidak seperti kisah yang Anda harapkan. Bertumbuh dalam keluarga Kristen di Angola, saya adalah seorang yang setia pada ajaran gereja dan bekerja sebagai misionaris di provinsi asal saya. Tetapi ketika saya pindah pada usia 14 tahun untuk bekerja di Ibu Kota Angola, Luanda, saya tidak dapat menemukan jemaat yang sama dengan denominasi saya. Saya menolak untuk beribadah di gereja yang lain karena saya sangat yakin bahwa hanya denominasi saya yang memahami Alkitab dengan benar. Jadi, saya beribadah di rumah setiap hari Minggu selama setahun. Ketika berkunjung kembali ke kota asal saya, saya mendapati bahwa guru Alkitab dari gereja saya dan beberapa teman saya telah bergabung dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Kabar itu membuat saya kesal, dan saya dengan keras mengkritik teman-teman saya di depan wajah mereka. “Bagaimana bisa kalian menerima ajaran-ajaran dari denominasi lain?” Saya menegur mereka. Teman-teman saya tidak berargumen dengan saya.
Suatu hari, saya mendatangi rumah guru Alkitab saya itu untuk menanyakan mengapa dia menjadi seorang Advent. Dia menyambut saya dengan senyuman. Setelah mendengar pertanyaan saya, dia menjelaskan bahwa dia telah belajar dari Alkitab kalau Tuhan memberkati hari yang ketujuh, bukan hari yang pertama. Dia menunjukkan kepada saya ayat dari Alkitab mengenai Tuhan menguduskan hari ketujuh pada akhir minggu Pencipataan yang terdapat dalam Kejadian 2: 1–3, dan membacakan isi ayat itu, “Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” Kemudian dia menunjukkan kepada saya bahwa Tuhan mengukuhkan hari ketujuh sebagai Sabat dalam hukum keempat yang terdapat dalam Keluaran 20: 8–10, dan kembali membacakan ayat tersebut, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu.” Dia memandang saya dengan senyum ramah dan berkata, “Saya telah mengambil keputusan untuk mengikut Yesus dengan sepenuh hati saya.” Ceritanya terdengar aneh bagi saya, dan saya tidak setuju dengan alasannya.
Dia mengundang saya untuk pembelajaran Alkitab pada hari Sabat, tetapi saya menolak untuk mendengar darinya lebih jauh lagi. Saat kembali ke Luanda, saya mencoba untuk kembali ke rutinitas kerja saya yang normal, tetapi saya tidak dapat melupakan guru Alkitab itu. Saya sulit untuk bekerja. Saya sulit untuk tidur. Keputusan mantan guru Alkitab saya untuk memelihara Sabat hari ketujuh mengganggu pikiran saya siang dan malam. Akhirnya, saya memutuskan untuk pergi ke gereja Advent dan mencari tahu mengapa setiap anggota gereja itu memelihara Sabat. Saya butuh kedamaian jiwa. Pada suatu Sabat, saya masuk ke satu gereja Advent. Saya belum pernah menginjakkan kaki ke dalam gereja denominasi lain, tetapi saya berketetapan untuk mencari kedamaian.
Saya membutuhkan sebuah mukjizat. Seseorang memberi tahu seorang pemimpin gereja pertanyaan saya tentang Sabat, dan pemimpin gereja tersebut menunjukkan kepada saya ayat-ayat Alkitab yang sama seperti yang dibacakan oleh guru Alkitab kepada saya. Saya tetap tinggal untuk acara kebaktian Sabat. Khotbah yang dibawakan tidak membuat saya terkesan. Itu sangat berbeda dari khotbah-khotbah yang pernah saya dengar di gereja saya, dan saya tidak menyukainya. Tetapi pada hari Sabat berikutnya, saya kembali ke gereja itu. Sabat selanjutnya, saya kembali lagi. Selama lima tahun setelah itu, saya ke gereja Advent setiap hari Sabat, bukan karena saya menghendakinya tetapi hanya karena saya belum menemukan gereja saya di kota itu. Selama kurun waktu tersebut, saya mulai mengikuti kelompok pendalaman Alkitab di rumah seorang anggota gereja dan kelas baptisan di gereja pada akhir pekan. Saya semakin memahami bahwa Tuhan benar-benar mengasingkan hari ketujuh sebagai hari yang suci, dan kasih yang baru bagi-Nya bertumbuh dalam hati saya.
Saya memutuskan hanya memelihara Sabat hari ketujuh. Pada usia 19 tahun, saya dibaptis di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Saat ini, saya dipenuhi dengan kedamaian dan sukacita. Yesus berkata, “dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8: 32). Saya telah menemukan kebenaran, dan saya telah dibebaskan oleh kasih karunia Tuhan. Ini benar-benar suatu mukjizat. Persembahan Sabat Ketiga Belas hari ini akan membantu mendirikan empat proyek di negara asal Milagre, Angola, yaitu sebuah sekolah Advent di Luanda, di mana dia tinggal, sebuah gereja Advent dan sekolah dasar di kota Belize, sebuah pusat konseling dan kekerasan rumah tangga di kota Lombe, serta sebuah asrama pria di Universitas Advent Angola di kota Huambo. Persembahan ini juga akan membantu proyek-proyek di Malawi dan di negara kepulauan Mayotte Samudera Hindia. Terima kasih telah merencanakan persembahan dengan berlimpah.
Oleh Milagre Braga Caminhao
Komentar
Posting Komentar