Sebuah Alasan untuk Hidup
Meskipun saya terlahir dan besar dalam keluarga Kristen, saya tidak pernah suka pergi ke gereja di Luanda, Angola. Sebagai seorang anak laki-laki, saya melakukan segala hal yang memungkinkan untuk menghindari mengikuti pelajaran agama di gereja yang bertujuan mempersiapkan saya agar dibaptis. Sebagai seorang praremaja, saya telah jatuh cinta dengan musik rok, dan saya meniru cara berpakaian dan polah hidup musisi rok. Pada saat yang sama, saya juga terpikat dengan simbol-simbol setan. Saya menghubungkan simbol-simbol itu dengan superioritas dan pemberontakan, serta menggambar mereka di seluruh tubuh saya.
Di sekolah menengah, teman karib saya adalah seorang Goth, dan saya mengadopsi polah hidup Gotik, mengenakan pakaian dan mengecat kuku jari saya dengan warna hitam. Teman saya juga menyukai musik rok dan dia mendekorasi kamar tidurnya dengan poster-poster musik rok dan simbol-simbol setan. Tak lama kemudian, saya mulai menggunakan alkohol dan ganja. Saya membela ateisme dan secara terbuka menyatakan bahwa Yesus hanyalah sebuah mitos. Sebagai seorang remaja, saya mulai bermain musik rok dan saya bertemu dengan sesama musisi yang mengaku telah bersepakat dengan Iblis. Saya menyukai gagasan itu, dan suatu malam saya memberi tahu setan bahwa dia bisa memperoleh jiwa saya sebagai ganti dari kesuksesan musikal.
Namun kemudian hidup saya hancur. Ibu saya tiba-tiba meninggal, dan ayah saya, seorang pecandu alkohol, lebih sering mabuk-mabukkan. Sebagai anak sulung dari empat bersaudara, saya bertanggung jawab untuk mengurus keluarga. Saya merasa seperti tercekik karena beban masalah yang sangat berat ini. Di tengah krisis ini, saya berjanji pada diri saya untuk tidak akan pernah lagi minum beralkohol dan mengisap ganja. Saya mulai berdoa kepada Tuhan dan saya meninggalkan dunia musik itu. Saya mulai berkencan dengan seorang wanita yang memperkenalkan saya dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, dan kami menghadiri kebaktian Sabat bersama. Setelah kami putus, saya berhubungan lagi dengan temanteman lama dan dengan cepat kembali ke kebiasaan sebelumnya.
Namun, saya tidak merasa tenteram. Hampir setiap malam saya tertidur dalam keadaan mabuk atau melayang karena ganja. Pikiran bunuh diri memenuhi kepala saya. Hidup saya tampaknya tidak ada tujuan dan arti. Dalam kesedihan yang mendalam, saya menangis. Saya mengingat Tuhan dan berdoa memohon bantuan. Saya merasa seperti sedang sekarat dan hanya memiliki beberapa hari lagi untuk hidup. Saya mengungkapkan masalah saya kepada pacar baru saya, dan dia memberi tahu tentang saya kepada seorang sepupu. Sepupunya ini baru saja kembali ke Angola setelah memperoleh gelar di bidang psikologi. Sepupunya juga adalah seorang Advent semenjak belajar di luar negeri. Saat bertemu dengan saya pada sesi konseling, sepupunya itu mengatakan kepada saya untuk membangun hidup di dalam Tuhan saja dan menjelaskan bagaimana melakukannya. Saya akhirnya bertekad untuk mengutamakan Tuhan dalam hidup saya dan saya mulai mengembangkan praktik-praktik sehat. Saya membiasakan untuk berdoa sebelum membuat keputusan apa pun dan hanya mencari kehendak Tuhan. Sementara berdoa sudah menjadi rutinitas hidup saya, saya kembali memperoleh keberanian untuk bermimpi lagi. Saya menemukan suatu alasan untuk hidup.
Saya mengingat mantan pacar saya yang beragama Advent, dan memutuskan untuk kembali berbakti di gerejanya. Saya ingin tahu bagaimana perasaan saya ketika berbakti pada hari Sabat. Perasaan itu mengejutkan saya. Pada saat saya melangkah ke gereja, saya menjadi rindu untuk dibaptis. Ketika kebaktian selesai, saya segera mendaftarkan diri untuk mengikuti kelas baptisan. Tidak seperti ketika saya masih kecil, sekarang saya ingin belajar arti baptisan dan mempersiapkan diri untuk itu. Di kelas, saya belajar untuk pertama kalinya tentang Yesus dan rencana keselamatan. Realitas kasih Yesus bagi saya baru bertambah karena keinginan untuk memberikan hati kepada-Nya melalui baptisan. Saat ini, saya bisa mengatakan bahwa saya akhirnya bebas. Saya hidup hari demi hari, menikmati kedamaian sejati dan kebahagiaan yang luar biasa. Saya akhirnya memiliki tujuan dan tanggung jawab dalam hidup: untuk membawa jiwajiwa kepada Juruselamat dan Pencipta kita. Saya pernah menggunakan pengaruh saya memimpin jiwajiwa ke neraka, tetapi sekarang saya menggunakan itu, dengan pertolongan Kristus, untuk memimpin jiwa-jiwa ke surga. Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan membantu membuka sekolah Advent di kota asalnya Graça yaitu di Luanda, Angola. Terima kasih telah merencanakan persembahan dengan murah hati.
Tips Cerita
>Mintalah seorang pria untuk membagikan kisah ini.
>Unduh foto-foto di Facebook: bit.ly/fb-mq.
>Unduh Pos Misi dan Fakta Singkat dari Divisi Afrika Selatan– Samudra Hindia: bit.ly/sid-2022. >Cerita misi ini mengilustrasikan komponen-komponen dari rencana strategis Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh “I Will Go” berikut ini: Tujuan Misi No. 1 “untuk menghidupkan kembali konsep misi sedunia dan pengorbanan bagi misi sebagai suatu cara hidup yang melibatkan bukan hanya pendeta-pendeta, tetapi setiap anggota gereja, tua dan muda, dalam sukacita bersaksi untuk Kristus dan pemuridan”; dan Tujuan Pertumbuhan Rohani No. 5 dari rencana strategis “I Will Go” Gereja Masehi Advent hari-Ketujuh, “Untuk pemuridan setiap individu dan keluarga dalam kehidupan yang dipenuhi oleh roh.” Proyek untuk membuka sebuah sekolah di Luanda mengilustrasikan Tujuan Misi No. 4, “Untuk memperkuat institusi Advent hari-Ketujuh dalam menjunjung kebebasan, kesehatan holistik, dan pengharapan melalui Yesus, serta mengembalikan peta Allah dalam diri manusia.” Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs web: IWillGo2020.org.
Fakta Singkat
>Sebagian besar negara Angola pernah ditutupi hutan hujan lebat, tetapi itu sudah sangat berkurang karena adanya pertanian dan pembalakan. Sebagian besar permukaan Angola kini tertutup sabana, berbagai jenis padang rumput dengan pepohonan yang tersebar. Kebakaran, alami atau buatan manusia, sering terjadi di sabana, sehingga spesies pohon di sana umumnya tahan terhadap api. Namib yang berada di ujung barat daya adalah gurunnya Angola dan disana terdapat tumboa (Weltwitschia mirabilis), tanaman ini memiliki akar tunggang yang dalam dengan dua daun lebar dan rata, panjang sekitar 10 kaki (3 meter) terletak di sepanjang permukaan gurun.
>Pohon nasional Angola adalah imbondeiro (pohon raksasa), juga dikenal sebagai baobab
Oleh Graça Muene
Komentar
Posting Komentar