Mati untuk Hidup
Sebagai seorang pemuda, saya bergabung dengan sebuah geng yang menjual ganja dan obat-obat terlarang di Angola. Ada 13 anggota di geng kami, dan saya yang membeli obat-obat untuk dijual oleh anggota geng lainnya. Saya tidak menggunakan narkoba, dan sesama anggota geng mulai berpikir bahwa saya mengganggap diri lebih baik dari mereka. Jadi, pemimpin geng menemui saya. “Jika kamu tidak mengisap ganja bersama kami, kami akan menghajarmu,” katanya.Apa yang dapat saya lakukan? Saya akhirnya mengisap ganja. Perkenalan dengan ganja menyeret saya jatuh ke dalam kehidupan kriminal. Saya tidak lagi hanya membeli obatobatan dan mengantarkan ke anggota geng. Saya juga bergabung dengan geng untuk membajak mobil, merampok toko, dan merampok rumah. Kami meneror lingkungan di luar Ibu Kota Angola, Luanda, dan polisi memutuskan untuk bertindak. Dalam waktu yang singkat, mereka berhasil membunuh semua 12 rekan gangster saya. Entah bagaimana, saya selamat. Tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi, saya dan seorang teman membentuk sebuah geng baru. Sekarang saya seorang pemimpin geng dan sangat kecanduan dengan narkoba dan kriminalitas.
Saya tidak bangga dengan kehidupan yang saya jalani. Saya menyaksikan 180 teman dibunuh oleh polisi. Saya ditangkap lebih dari 40 kali, dan pengadilan menghukum saya tiga kali. Ketika menjalani masa tahanan yang ketiga kali, saya mendengar tentang Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh untuk pertama kali. Seorang anggota gereja dengan rutin mengunjungi saya dan membagikan pelajaran Alkitab. Tetapi setelah saya dibebaskan, saya pindah ke rumah bibi dan dengan segera membentuk geng yang baru. Saat melakukan perampokan di sebuah pompa bensin, ada sesuatu yang tidak beres terjadi, dan seorang penjaga keamanan terbunuh. Ketika polisi mengetahui bahwa saya tinggal di rumah bibi saya, mereka datang untuk membunuh saya. Namun, saya lolos dari penggerebekan itu.
Saya sedang tidur ketika polisi datang, dan entah bagaimana, mereka tidak menemukan saya walaupun mereka telah mencari di mana-mana. Bibi saya ketakutan, dan dia menyuruh saya untuk pergi. Jadi, saya pindah ke ruang bawah tanah rumah ibu saya. Ibu saya tidak ingin saya memimpin geng dari ruang bawah tanah, jadi dia membawa saya ke dukun yang berjanji akan membantu. Untuk beberapa saat, mantra dukun itu sepertinya berhasil. Selama empat bulan, saya tidak menggunakan narkoba atau melakukan tindakan kriminal apa pun. Ibu dan seluruh keluarga saya sangat senang. Tetapi pada bulan kelima, saya malah kembali ke kehidupan lama dengan lebih antusias lagi dari sebelumnya. Hidup saya tampak tak ada harapan. Kemudian saya bertemu dengan seorang pria yang setiap orang memanggilnya Pimp. Dia memiliki tato di sekujur tubuhnya. Dilihat dari penampilan dan namanya, dia bisa saja pernah menjadi seorang gangster seperti saya.
Tetapi dia tidak berbicara atau berlaku seperti seorang gangster. Dia seorang anggota gereja Advent. Suatu hari, Pimp menunjukkan kepada saya Roma 8: 14, yang mengatakan, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Ketika saya mendengar perkataan itu, sebuah keinginan yang besar muncul dalam diri saya untuk menjadi anak Tuhan. Saya bertanya-tanya dalam hati, “Apakah Tuhan mempunyai sebuah rencana bahkan untuk diri saya ini?” Saya mulai membaca Alkitab bersama Pimp. Saat kami mempelajari Alkitab, saya belajar mengenai Tuhan dan menyadari bahwa Dia benar-benar mengasihi saya.
Saya bisa mendapati bahwa Yesus mati untuk saya. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3: 16). Hidup saya mulai berubah. Saya memutuskan bahwa saya ingin mati— saya ingin meninggalkan kehidupan lama saya dan dilahirkan kembali di dalam Yesus. Saya memberikan hati saya kepada Yesus dan bergabung dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh pada tahun 2013. Saat ini, Puji Tuhan, saya sedang berkuliah untuk menjadi seorang pendeta di Universitas Advent Mozambik. Keluarga, tetangga dan temanteman saya mengkritik keputusan saya untuk mengikut Yesus, tetapi saya tidak peduli. Yang saya inginkan hanyalah untuk melayani Yesus selama sisa hidup saya.
Hidup saya adalah milik-Nya, dan saya berdoa agar Dia dapat menggunakan saya untuk memimpin banyak jiwa yang lain untuk datang kepada-Nya, termasuk keluarga saya. Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas tiga tahun lalu telah membantu Universitas Advent Mozambik, tempat di mana David berkuliah, untuk mengembangkan ruangan kelas dan peralatan yang baru. Terima kasih atas persembahan yang telah Anda berikan. Triwulan ini, Persembahan Sabat Ketiga Belas akan menopang empat proyek di negara asal David, Angola, termasuk sebuah sekolah Advent Hari Ketujuh di Luanda, yang berada dekat dengan tempat tinggalnya sebelumnya. Terima kasih telah merencanakan persembahan dengan murah hati.
Oleh David Diogo de Victoria.
Tips Cerita
> Mintalah seorang pria untuk membagikan kisah dari orang pertama ini.
> Unduh foto-foto dari Facebook: bit.ly/fb-mq.
> Unduh Pos Misi dan Fakta Singkat dari Divisi Afrika Selatan–Samudra Hindia: bit. ly/sid-2022.
> Cerita misi ini mengilustrasikan Tujuan Pertumbuhan Kerohanian No. 5 dari rencana strategis “Saya Akan Pergi” Gereja Masehi Advent hari Ketujuh, “Untuk pemuridan individu dan keluarga ke dalam kehidupan yang dipenuhi oleh roh.” Persembahan Sabat Ketiga belas untuk Universitas Advent Mozambik dan proyek misi di Angola mengilustrasikan Tujuan Misi No. 4, “Untuk memperkuat institusi Advent hari-Ketujuh dalam menjunjung kebebasan, kesehatan holistik, dan pengharapan melalui Yesus, serta mengembalikan peta Allah dalam diri manusia.” Baca lebih lanjut tentang rencana strategis ini di situs web: IWillGo2020.org.
Pos Misi
> Pekabaran Advent masuk ke Mozambik pada tahun 1931 ketika dua orang siswa dari Sekolah Misi Malamulo di Malawi kembali ke rumah mereka di Afrika Timur Portugal. Keduanya melakukan pekerjaan penginjilan dan dalam waktu singkat telah mengajar 555 orang dalam kelas-kelas pendalaman Alkitab. O. U. Giddings dan Max Webster berkunjung ke Mozambik untuk menyelidiki kepentingan ini dan, pada tahun 1933, Webster dikirim ke distrik Zambesi di Mozambik untuk menjalankan sebuah misi. Pada tahun 1935, dengan persetujuan gubernur jenderal, ia mendirikan sebuah misi, dan menamakannya Munguluni, yang berarti “cahaya.
Komentar
Posting Komentar