Menginjil Melalui Nasi Kari
Sara pergi ke gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Jepang setiap Sabat. Dia bukanlah seorang Advent. Keluarganya juga bukan Advent. Tak seorang pun di keluarganya sebagai orang Kristen. Alasan Sara pergi ke gereja setiap Sabat adalah untuk makan di restoran anak-anak yang beroperasi di situ. Remaja berusia 14 tahun ini suka makan sushi, tetapi dia terutama menyukai hari Sabat ketika restorannya menyajikan nasi kari, yang merupakan hidangan populer di kalangan anak sekolah Jepang. Setelah makan siang, dia bergabung dengan anak-anak lain untuk mendengarkan cerita Alkitab, menyanyikan lagu, dan bermain permainan Alkitab. Sara mulai datang ke gereja ketika dia berusia 6 tahun. Ibu tunggal mengirimnya ke gereja untuk mendapatkan makanan yang sehat. Jepang dipandang sebagai negara yang makmur.
Sara dan ibunya mungkin tidak tampak miskin, namun kebijakan ekonomi pemerintah dan pengaruh globalisasi telah menciptakan kesenjangan yang semakin besar terhadap mereka yang berkecukupan dan mereka yang tidak berkecukupan.
Hasilnya bukanlah kemiskinan penuh, yaitu anak-anak mati kelaparan, melainkan kemiskinan relatif, yaitu anak-anak yang hidup jauh di bawah standar hidup rata-rata dan sangat dibedakan dari anak-anak yang tinggal di keluarga yang lebih kaya. Satu dari tujuh anak Jepang kini hidup dalam kondisi seperti ini. Kemiskinan relatif telah sangat memengaruhi rumah orang tua tunggal seperti ibu Sara. Orang tua ini tidak mampu menyediakan makanan yang layak untuk anakanak mereka atau mengirim mereka ke kegiatan setelah sekolah seperti pelajaran musik atau olahraga. Orang tua hanya memiliki sedikit waktu untuk membantu anak-anak mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak ada uang tambahan untuk menyewa tutor seperti yang dilakukan oleh keluarga yang lebih kaya.
Anggota gereja Masehi Advent Hari Ketujuh memperhatikan kemiskinan relatif di komunitas mereka dan mulai menyediakan makan siang gratis pada hari Sabat dan bimbingan pada hari-hari lain dalam seminggu. Ketika pemerintah kota di Kashiwa, sebuah kota berpenduduk sekitar 410.000 orang di wilayah Tokyo yang lebih besar, memutuskan untuk menawarkan bantuan keuangan kepada organisasi yang memberi makan anak-anak miskin, gereja mengajukan dan menerima bantuan berkelanjutan. Sepuluh hingga tiga puluh anak mulai secara teratur datang ke gereja setiap Sabat untuk makan siang yang sehat yang disajikan oleh anggota gereja dan relawan lainnya. Sara malu ketika pertama kali tiba di gereja untuk makan siang dan bermain dengan anak-anak lain. Tetapi dia menyukai makanan dan aktivitas Alkitab. Dia menikmati perhatian yang diberikan anggota
Tips Cerita
> Sara adalah nama samaran yang digunakan untuk privasinya. >Unduh foto di Facebook: bit. ly/fb-mq. >Unduh Kiriman Misi dan Fakta Singkat dari Difisi Asia-Pasifik Utara: bit.ly/nsd-2021.
>Ketahuilah bahwa kisah misi ini mengilustrasikan komponen berikut dari rencana strategis “I Will Go” dari Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh: Tujuan Misi No. 2, “untuk memperkuat dan mendiversifikasi.
Pos Misi
>Pekerja Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh resmi pertama yang dikirim ke Jepang adalah W.C. Grainger (1844–1899), mantan presiden Healdsburg College (kemudian Pacific Union College) di California, dan T.H. Okohira, mantan mahasiswa Healdsburg kelahiran Jepang. Mereka tiba di Tokyo pada tanggal 19 November 1896 dan memulai Sekolah Alkitab Shiba, yang segera diikuti oleh 60 pemuda. Teruhiko H. Okohira (1865–1939) lahir dalam keluarga berpengaruh di Provinsi Satsuma, Jepang. Saat mengajar di sekolah bisnis di Amerika Serikat, dia pertama kali bertobat ke Metodisme dan kemudian, di San Francisco, dia menjadi seorang anggota gereja Advent. Dia mulai kuliah di Healdsburg College dan, pada tahun 1894, di akhir tahun ajaran, dia meminta seseorang untuk kembali ke Jepang bersamanya u nt u k m e nye b a r k a n pekabaran Advent. Pada tahun 1896, mereka diutus oleh General Conference ke Tokyo, Jepang. Pada tahun 1907, Okohira dan pendeta Jepang lainnya, H. Kuniya, ditahbiskan sebagai pendeta Masehi Advent Hari Ketujuh Jepang yang pertama.
gereja kepadanya, dan dia kembali pada setiap hari Sabat. Seiring bertambahnya usia, dia mulai membantu memimpin program sore hari untuk anak-anak yang lebih kecil. Kemudian dia diundang ke perkemahan musim panas gereja. Di perkemahan itu, dia memutuskan untuk memberikan hatinya kepada Yesus. Dia menyampaikan kabar itu kepada ibunya ketika dia kembali ke rumah, tetapi ibunya tidak senang. “Kamu harus menunggu sampai kamu cukup dewasa untuk membuat keputusan sendiri,” kata ibunya. Itu berarti Sara harus menunggu empat tahun lagi untuk bisa dibaptis. Menurut hukum Jepang, seorang anak tidak dapat membuat keputusan seperti itu tanpa persetujuan orang tua sebelum berusia 18 tahun. Sara berumur 14 tahun. Anggota gereja sedih ketika Sara memberi tahu mereka tentang tanggapan ibu, tetapi mereka tidak terkejut. Itu adalah reaksi khas dari seorang ibu Jepang yang bukan Kristen. Tolong doakan Sara, imannya, dan ibunya. Tolong doakan anak-anak lain yang makan, bermain, dan belajar tentang Yesus setiap Sabat di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Kashiwa, pusat pengaruh perkotaan yang berusaha untuk membagikan kasih Yesus di Konferens Jepang Timur. Terima kasih atas persembahan misi Anda yang membantu menyebarkan Injil —dengan dan tanpa sushi atau nasi kari.
Oleh Yasuki Miyamoto
Merkur Futur Adjustable Safety Razor Chrome
BalasHapusMerkur Futur Adjustable Safety Razor Chrome Finish. 인카지노 Merkur Futur is 제왕카지노 a high-performance adjustable safety razor developed deccasino by Solingen.