“SEBUAH SEKOLAH UNTUK LIBERIA”
Sabat 1 / 04 Juli 2020 - LiberiaOleh: B. Darlington Teah, 59 Tahun
B. Darlington Telah dibesarkan di sebuah gereja Kristen di mana ayahnya adalah seorang diaken dan ibunya berdia untuk anggota yang sakit. Ibu sangat berdedikasi untuk gereja, tetapi ayahnya tidak begitu berkomitmen. Dia berasal dari perkumpulan rahasia dan ketika Darlington berusia 7 tahun, dia mengundang bocah itu untuk menjadi anggota perkumpulannya. “Nak, kakek buyutmu dan leluhur lainnya adalah anggota dari perkumpulan ini, “ katanya. “Kamu harus bergabung, jadi kami bisa mengganti-kanku ketika aku mati.” Tetapi Darlington tidak tertarik kepada perkumpulan rahasia itu. Dia tahu para anggotanya menyembah para leluhur yang sudah mati dipegunungan Liberia.
Sering sekali ayah berjalan empat jam dari desa ke gunung untuk berdoa serta memberikan persembahan pada leluhur. Ketika waktu untuk bercocok tanam ayah berdoa, “ O, leluhur kami datang kepadamu hari ini karena kami ingin menanam di ladang pertanian kami, dan kami ingin pertanian kami makmur. Ketikan ibu hamil, ayah berdoa, o, leluhur kami datang padamu untuk memberikan istri saya yang sementara sedang mengandung. “Ketika suatu penyakit melanda desa, ia berdoa, “ O, leluhur kami datang kepadamu karena penyakit di desa kami.” Setiap kali ia mengorbankan seekor ayam dan mempersembahkan sepiring nasi putih kepada para leluhur. Dia meninggalkan piring dan ayam di pulang ke rumah. Dia kembali ke piring itu dia melihat makanannya telah hilang, percaya bahwa para leluhurtelah setuju untuk menjawab doanya.
Darlington tidak punya pilihan untuk bergabung dengan kolompok rahasia. Dia tidak menyatakan ya atau tidak. Tetapi ibu pernah berkata, dan dia terus terang menolak. Setiap ali ayah bersiap untuk pergi ke gunung, dia membawa bocah ittu ke desa. “Aku ingin dia menjadi Kristen,“ katanya kepada ayah. Darlington menghadiri sekolah Minggu setiap hari Minggu, tetapi ia tidak mengerti Alkitab. Ketika ia masih muda, seorang penginjil Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh datang ke desa dan berbicara tentang Sabat hari ketujuh.
Darlington membaca tentang Sabat dalam Alkitab untuk pertama kalinya, dan ia meminta pendeta hari Minggu untuk menjelaskan apakah hari Sabtu atau Minggu sebagai hari yang tepat. Pendeta hari Minggu tidak dapat menunjukkan ayat-ayat Alkitab yang mendukung ibadah pada hari Minggu. “Anakku, hari ketujuh adalah hari Sabat," kata pendeta. “Kita beribadah pada hari Minggu untuk mengingat kebangkitan Kristus.” Darlington ingin mengikuti Alkitab, dan ia dibaptis ke dalam gereja Advent. Ayah tidak senang dengan keputusan itu karena dia tahu itu berarti putranya tidak akan pernah menyembah leluhur mereka. Ibu senang putranya mengasihi Tuhan. Darlington ingin menjadi pendeta dan dia terus berdoa tentang hal itu. Gereja Advent tidak memiliki seminari di Liberia, jadi dia harus pergi ke Ghana atau Nigeria untuk belajar teologia.
Mengetahui bahwa orang tuanya tidak memiliki uang untuk membantunya, ia bekerja keras menghemat uang untuk biaya sekolah. Perang saudara menggangu upayanya dan pada tahun 1990 an, ia memasuki dunia politik dan terpilih menjadi anggota parlemen nasional. Dia berpikir: “Jika saya tidak dapat mengemat uang untuk belajar teologi di luar negeri, saya setidaknya dapat mendirikan seminari Advent di Liberia sehingga orang-orang muda Advent dapat bejar di sini.”
Setahun setelah pemilihannya, ia mensponsori sebuah RUU yang menciptakan Universitas Advent Afrika Barat di Ibu Kota Liberia, Monrovia. Setelah empat tahun di parlemen, ia meninggalkan pekerjaan itu karena tekanan yang sangat kuat untuk menerima suap dan bergabung dengan perkumpulan rahasia. Dia mendaftar di kelas teologia di Universitas Advent Afrika Barat. Saat ini, Darlington adalah seorang pendeta dan Ketua Misi Liberia Tenggara yang akan menerima bagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini untuk membangun sekolah K-6 di Kota Buchanan.
Terimakasih sudah membagikan berita mission di website.. tetap semangat!!
BalasHapus