Mimpi yang Sama Selama 10 Tahun
Hanya ada tiga orang anak Advent yang bersekolah di sekolah dasar dekat Ibu Kota Rumania, Bukares.
Ketiga anak itu duduk di kelas delapan bersama Laurentiu Stefan Druga dan tidak lama mereka mengundang nya ke gereja. Laurentiu mengasihi Yesus dan dibaptis.
Sebuah keinginan berkembang dalam dirinya untuk menjadi seorang pendeta. Sayangnya sekolah Advent di Bukares hanya menerima 20 pendaftar dan Laurentiu harus memiliki nilai yang bagus saat ujian masuk. Pada hari ujian, Laurentiu memasuki kelas dan duduk di sebuah meja besar. Dia melihat ke kertas yang ada di depannya dan mulai ujian. Dia menempati urutan kedua puluh satu. "Tak masalah"dia berkata kepada
orang tuanya. "Saya akan mencobanya lagi"
Rupanya, tahun itu dia bertumbuh dengan ceroboh dalam kehidupan kerohaniannya. Saat ujian tiba, dia memasuki ruangan yang sama. Dia melihat kertas ujian. Namun, dia merasa ada yang salah. Dia sadari bahwa kehidupannya tidak lagi benar dan pikirannya kosong. Tiba-tiba dia berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
Beberapa tahun berlalu. Laurentiu pindah ke Spanyol dan menjadi pekerja konstruksi. Dia menikah dan semakin jauh dari Allah. Ketika dia berusia 23 tahun, dia bertemu pamannya yang beragama Advent yang juga bekerja di Spanyol. Dia mengingat cintanya yang pertama kepada Allah dan keinginannya untuk menjadi pendeta. Dia dan istrinya memutuskan untuk dibaptiskan bersama-sama.
Menjelang hari besar itu, Laurentiu mulai bertanya-tanya bagaimana memulai hidupnya yang baru. "Tuhan" Laurentiu berdoa: "Apakah rencana-Mu bagiku?"
Hari berikutnya dia berdoa kembali "Tuhan apakah rencana-Mu bagiku?"
Dua malam setelah dia dibaptis,
Tips Cerita
>Baca kisah tentang putra Laurentiu yang berusia 10 tahun di Majalah Misi Anak-anak > Tonton Laurentiu di YouTube: bit.ly/Laurentiu-Druga >Unduh foto-foto di Facebook (bit.ly/fg-mq) atau di bank data ADAMS (bit.ly/same-dream-years)
>Unduh foto-foto proyek Sabat Ketiga Belas: bit.ly/eud’ 2020-projects.Fakta Singkat
>Stapler pertama yang terkenal dibuat pada abad ke-18 di Basque wilayah Spanyol untuk Prancis, Raja Louis XV dan setiap stapler diukir dengan lambang kerajaan.
Laurentiu bermimpi. Di dalam mimpi itu, dia seperti memasuki sebuah kelas, duduk di depan sebuah meja besar dan melihat kertas ujian. Dia ketakutan karena dia menyadari bahwa dia sedang mengikuti ujian matematika dan dia tidak pernah mempelajarinya selama setahun terakhir. Pikirannya kosong. Ketakutan berubah menjadi kepanikan dan jantungnya berdegup dengan kencang. Saat itu dia tersadar dari tidur. Saat itu pukul 3 pagi,"Untunglah itu hanya mimpi,"dia meyakinkan dirinya sendiri.
Dia pun tertidur kembali. Dia bermimpi untuk yang kedua kalinya. Kali ini dia berdiri, berbicara, dan ter-
senyum di sebuah mimbar di gerejanya di Madrid. Orang-orang sangat senang mendengarkan dia. Kedamaian mengalir di dalam dirinya, dia merasakan kehadiran Tuhan.
Saat pagi menjelang, Laurentiu tidak mengingat mimpinya. Di malam hari dia berdoa seperti biasanya: "Tuhan, Apakah rencana-Mu bagiku?"
Saat tertidur dia bermimpi bahwa dia memasuki sebuah kelas dan duduk di depan sebuah meja besar.
Dia melihat ke arah kertas ujian dan dia menyadari bahwa dia sedang mengikuti ujian bahasa Rumania, Dia tidak pernah mempelajarinya setahun terakhir. Pikirannya kosong. Dia panik. Beberapa saat kemudian, dia duduk di meja yang lain. Sekarang dia tersenyum dan tertawa seperti sedang berbicara dalam sebuah kelompok orang yang mendengar dengan penuh perhatian, Dia merasakan kehadiran Allah dengan gembira.
Mimpi yang sama selalu muncul setiap malam. Masih kelas yang sama, tetapi ujiannya yang berbeda. Dia tidak pernah mempersiapkan diri untuk ujian dan dia merasa putus asa.
Kemudian adegannya berganti di gereja, meja yang lain atau kerumunan orang. Dia mengajar dan merasakan kehadiran Tuhan.
Setelah tiga bulan Laurentiu memimpikan hal yang sama, dia penasaran apakah Tuhan memintanya untuk menjadi pendeta. "Tetapi bagaimana?" Dia bertanya kepada Tuhan. "Saya tidak dapat berhenti dari pekerjaan saya. Saya telah menikah dan saya harus memenuhi kebutuhan keluarga." Mimpi itu terus menghantuinya. Setahun berlalu. Lalu dua, tiga, empat tahun pun berlalu. Dia bercerita kepada orang tua dan beberapa teman dekatnya tentang mimpi yang selalu dia alami, tetapi mereka mengangap mimpi itu sebagai tindakan alam bawah sadar.
Akhirnya, dia terbiasa dengan mimpi itu. Saat tidur, dia mengikuti bagian pertama mimpi yang menyedihkan hingga akhir sehingga dia dapat menikmati kesenangan pada bagian kedua dari mimpi itu.
Setiap sore dia tetap berdoa: "Tuhan, Apakah rencana-Mu bagiku?"
Setelah sepuluh tahun berlalu, Laurentiu menceritakan mimpi itu kepada istrinya. Suatu sore, Laurentiu dan istrinya mengikuti konferensi pemuda yang dihadiri oleh 250 peserta. Si pembicara sepertinya membaca pikiran Laurentiu. Setiap kali pikiran Laurentiu bergejolak dengan pemikiran untuk menjadi pendeta, pembicara memberikan penyataan dari depan podium seakan menjawab pertentangan yang dia hadapi dalam pikir-
annya. Istrinya menyenggol dia dan berkata "Kamu harus ke seminari."
Tiga bulan kemudian, Laurentiu, istrinya, dan putranya yang berusia 9 tahun, pindah ke kampus Advent Sagunto yang berjarak 235 mil (380 kilometer) di bagian timur Madrid. Sejak hari itu, dia tidak pernah bermimpi lagi.
Laurentiu sekarang menjalani tahun keduanya bersekolah di seminari. "Setiap kelas yang saya ambil dan waktu bersama para dosen merupakan bagian kedua dari mimpi itu,"katanya. "Saya tidak pernah melupakan bagian pertama mimpi itu dan bagian kedua mimpi itu sekarang menjadi kenyataan dalam kehidupan saya sehari-hari."
Sebagian persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan membantu pembangunan gedung yang sangat dibutuhkan di seminari tempat Laurentiu bersekolah di Kampus Advent Sagunto.
Oleh: Andrew McChesney.
Komentar
Posting Komentar