Melindungi Pemberian Pencipta
Allah memiliki tujuan yang khusus dalam menciptakan umat manusia laki-laki dan perempuan (Kej. 1: 26-28). Sementara masing-masing mengemban citra-Nya, bersatunya lawan jenis dalam “satu daging” pernikahan mencerminkan kesatuan dalam Ketuhanan dengan cara yang khusus. Penyatuan antara laki-laki dan perempuan juga ditetapkan untuk menurunkan kehidupan baru, keaslian ekspresi manusia dari citra Ilahi.
Sikap apakah yang diambil oleh Kitab Suci terhadap praktik seksual yang tidak sesuai dengan rencana Pencipta? Im. 20: 7-21; Rm. 1: 24-27; 1 Kor 6: 9-20.
Alkitab tidak menyetujui semua yang mengubah atau menghancurkan citra Allah di dalam manusia. Dengan menempatkan praktik-praktik seksual tertentu di luar batas, Tuhan membimbing umat-Nya menuju tujuan seksualitas yang tepat. Ketika pengalaman manusia dihadapkan oleh ajaran-ajaran Tuhan, jiwa dihukum karena dosa.
Panduan apakah yang diberikan kepada orang Kristen berhubungan dengan seksualitas mereka dan orang lain di dunia yang telah jatuh? Rm. 8:
1-14; 1 Kor. 6: 15-20; 2 Kor 10: 5; Gal. 5: 24; Kol. 3: 3-10; 1 Tes. 5: 23, 24.
Orang-orang percaya menunggu untuk dibebaskan dari kerusakan dosa pada kedatangan Kristus. Mereka menunggu dalam iman, menganggap diri mereka mati bagi dosa melalui kematian Kristus di kayu salib dan hidup di dalam Dia melalui kebangkitan-Nya. Melalui doa yang tidak berkeputusan, berjaga-jaga, dan kuasa Roh, mereka memperlakukan sifat alami mereka yang berdosa sebagai yang disalibkan dan berusaha untuk menurut Kristus dalam pikiran mereka. Mereka mengakui kepemilikan Allah atas tubuh dan seksualitas mereka dan menggunakannya sesuai dengan rencana Ilahi.
Allah mengasihi orang yang bertobat (1 Yoh. 1: 9). Injil memungkinkan orang-orang yang sebelumnya terlibat dalam pergaulan bebas dan aktivitas seksual yang berdosa menjadi bagian dari persekutuan orang percaya. Karena sejauh mana dosa telah mengubah seksualitas dalam kemanusiaan, beberapa mungkin tidak dapat mengetahui pemulihan yang penuh dalam aspek pengalaman manusia ini. Contohnya, beberapa mungkin memilih kehidupan selibat daripada terlibat dalam hubungan seksual apa pun yang dilarang oleh Firman Allah.
Bagaimanakah seharusnya kita sebagai gereja berhubungan dengan, misalnya, homoseksual? Bagaimanakah seharusnya sikap mereka sendiri tentang orientasi seksual mereka memengaruhi respons kita?
Sikap apakah yang diambil oleh Kitab Suci terhadap praktik seksual yang tidak sesuai dengan rencana Pencipta? Im. 20: 7-21; Rm. 1: 24-27; 1 Kor 6: 9-20.
Alkitab tidak menyetujui semua yang mengubah atau menghancurkan citra Allah di dalam manusia. Dengan menempatkan praktik-praktik seksual tertentu di luar batas, Tuhan membimbing umat-Nya menuju tujuan seksualitas yang tepat. Ketika pengalaman manusia dihadapkan oleh ajaran-ajaran Tuhan, jiwa dihukum karena dosa.
Panduan apakah yang diberikan kepada orang Kristen berhubungan dengan seksualitas mereka dan orang lain di dunia yang telah jatuh? Rm. 8:
1-14; 1 Kor. 6: 15-20; 2 Kor 10: 5; Gal. 5: 24; Kol. 3: 3-10; 1 Tes. 5: 23, 24.
Orang-orang percaya menunggu untuk dibebaskan dari kerusakan dosa pada kedatangan Kristus. Mereka menunggu dalam iman, menganggap diri mereka mati bagi dosa melalui kematian Kristus di kayu salib dan hidup di dalam Dia melalui kebangkitan-Nya. Melalui doa yang tidak berkeputusan, berjaga-jaga, dan kuasa Roh, mereka memperlakukan sifat alami mereka yang berdosa sebagai yang disalibkan dan berusaha untuk menurut Kristus dalam pikiran mereka. Mereka mengakui kepemilikan Allah atas tubuh dan seksualitas mereka dan menggunakannya sesuai dengan rencana Ilahi.
Allah mengasihi orang yang bertobat (1 Yoh. 1: 9). Injil memungkinkan orang-orang yang sebelumnya terlibat dalam pergaulan bebas dan aktivitas seksual yang berdosa menjadi bagian dari persekutuan orang percaya. Karena sejauh mana dosa telah mengubah seksualitas dalam kemanusiaan, beberapa mungkin tidak dapat mengetahui pemulihan yang penuh dalam aspek pengalaman manusia ini. Contohnya, beberapa mungkin memilih kehidupan selibat daripada terlibat dalam hubungan seksual apa pun yang dilarang oleh Firman Allah.
Bagaimanakah seharusnya kita sebagai gereja berhubungan dengan, misalnya, homoseksual? Bagaimanakah seharusnya sikap mereka sendiri tentang orientasi seksual mereka memengaruhi respons kita?