Berita Misi 29 Desember 2018-Masalah Perangai

Masalah Perangai



Catatan: Narator tidak perlu menghafalkan kisah ini, tetapi ia harus mengetahui alurnya sehingga tidak perlu membaca teks. Ingat, Anda dapat menambahkan foto-foto dari laman facebook.com/missionquarterlies dan sebuah video singkat di tautan: bit.ly/Ann-temper.

Sejak masih berusia muda, Ann adalah seorang yang keras kepala dan sulit mengendalikan perangainya. Ia memilih untuk mendapat nilai jelek di kelasnya saat SMA karena ia tidak menyukai gurunya, Ia menggergaji rantai sepeda motor ibunya karena dilarang untuk mengendarainya.

Jadi, ketika ia pindah ke luar kota untuk meneruskan studinya di Mission College (sekarang Asia Pacific International University), tidak heran jika ibunya mengikutinya untuk memastikan ia tidak terlibat masalah.

Ibu tidak percaya kepada saya," kata Ann."Saya memiliki masalah perangai, dan saya cenderung melakukan apa yang saya mau. Ibu takut saya akan berakhir di penjara gara-gara perangai saya."

Ann belajar berdoa di kampusnya, dan Tuhan menjawab doa-doanya dengan cara yang nyata. Setelah lulus, Ann memberikan hatinya kepada Yesus dan dibaptis.

Teman-temannya, yang bukan orang Kristen, mencemooh keputusannya.

"Kamu bodoh," kata satu dari mereka. "Kamu bergabung dengan aliran sesat," kata yang lain.

"Saya tidak bodoh," jawab Ann. "Saya tidak mau beralih lagi dari kepercayaan saya. Saya telah memilih untuk menjadi orang Kristen, dan saya akan menjadi orang Kristen."

Masalah terbesar datang dari rumah. Ibu marah karena Ann meninggalkan kepercayaannya sejak kecil, dan ia mencoba membujuk Ann untuk kembali, Ia melarang Ann pergi ke gereja, Ia memaksanya untuk tidur di vihara.

Ann menolak ketika ibu menyuruhnya menulis surat kepada dewa keluarga.

"Saya hanya memiliki satu Tuhan sekarang," katanya.

Marah dan frustrasi, ibu menguncinya di dalam rumah mereka di Bangkok.

"Kamu diam di rumah," katanya. "Ibu akan memberimu makan. Kamu tidak boleh pergi kemana-mana."

Ann dapat melarikan diri dengan membuka jendela atau meraih kunci pintu. Tetapi ia tidak melakukannya. Tidak seperti dirinya yang dulu, ia tidak marah, Ia berjalan-jalan di dalam rumah dan dengan tenang membaca Alkitab, Ia tidak terlalu mengerti apa yang dibacanya, tetapi ia secara aneh merasakan ketenangan dari kata-kata itu.

Pada suatu hari ibu bertanya. "Apakah kamu mau kembali kepada dewa kita?"

"Tidak," kata Ann. "Saya sudah percaya Tuhan. Maaf, Bu."

"Baiklah," kata Ibu. “Kamu boleh pergi ke gerejamu."

Dengan gembira Ann pergi ke gereja Advent—dan sangat terkejut ketika ibu meminta untuk menemaninya.

Amarah ibu sudah lenyap, Ia tersenyum dan bahagia. Di kemudian hari, ibu memberitahu Ann alasan ia berbahagia.

"Ibu tidak tahu kepada siapa harus berterima kasih, dosen-dosenmu atau Tuhan," katanya. "Ibu telah mendapatkan anak baru."

Ann mengatakan bahwa itu adalah kuasa Tuhan.

"Saya biasanya pemarah, tetapi ibu tidak lagi melihat hal itu," katanya.

(Lihat kisah tentang Ann di halaman berikutnya.)




Saat ini, Ann adalah Kepala Sekolah di Adventist International Mission School, sebuah sekolah K-9 dengan 150 siswa di Korat, Thailand.

Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas ini akan membantu sekolah itu untuk membangun sebuah kampus baru di tanah yang baru dibeli oleh mereka, sehingga mereka dapat berkembang hingga kelas 12 dan menerima lebih banyak siswa. Terima kasih untuk pemberian yang murah hati untuk Persembahan Sabat Ketiga Belas hari ini.

Oleh: Andrew McChesney

Sebuah Pelajaran dalam Kemarahan

Dalam kata-kata Ann Phongchan sendiri:

Tuhan sangat mencintai saya.

Seorang teman pindah ke Australia dan meminta saya untuk mengunjungi orang tuanya sesekali di sini, di Thailand.

Rumah orang tuanya cukup jauh dari rumah saya, dan saya harus mencari-cari arah jalan untuk menuju ke sana. Dalam kunjungan saya yang pertama, saya mengisi tas ransel saya dan kedua tangan saya penuh dengan barang belanjaan dan memanggil taksi tuk-tuk untuk pergi ke terminal bus.

Di tengah perjalanan, sopir taksi itu tiba-tiba berkata: "Saya tidak dapat mengantar Anda. Bolehkah saya panggilkan taksi lain?"

Taksi yang kedua menjemput saya, tetapi sopirnya membawa saya ke tempat yang salah. Saya naik taksi yang ketiga.

Taksi ini memakan waktu dua jam untuk sampai ke terminal bus. Saya sangat kesal ketika tiba di sana dan tidak mau bicara dengan siapa pun.

Seorang pekerja terminal bertanya kepada saya: 'Mau pergi ke mana?"

Jawab saya."'Nanti ya."

Setelah menenangkan diri, saya membeli tiket dan menunggu bus berikutnya.

Selama perjalanan menuju rumah orang tua teman saya, kami melewati sebuah bus yang rusak parah. Sopir bus kami berhenti untuk memotret, dan memberitahu kami bahwa beberapa penumpang tewas dalam kecelakaan itu.

"Ini adalah bus yang berangkat sebelum kita," katanya.

Pada saat itu, saya menyadari bahwa seharusnya saya ada di dalam bus itu. Saya ketinggalan bus itu karena tertunda saat naik taksi menuju ke terminal bus.

Orang tua teman saya lega saat melihat saya.

"Kami sangat khawatir karena mengira Anda berada di bus itu' kata ibunya.

'Tuhan sungguh baik," kata saya, dan menceritakan semuanya kepada mereka, yang juga orang Kristen.

Ayahnya berkata: “Wow, Tuhan atau malaikat yang menjagamu benar-benar hebat!"

Tuhan benar-benar mengasihi saya.
(Persembahan Dikumpulkan)

Komentar