Desi Natalia Ango yang berusia 18 tahun saat itu, senang sekali ketika mendapat tugas untuk menjadi misionaris selama satu tahun di Limbong yang berada di sebelah selatan pulau Sulawesi di Indonesia.
Desi mengira bahwa ia akan ditempatkan di sebuah kota besar. Tetapi ketika ia bersama temannya tiba di kantor konferens, mereka diantarkan dengan sebuah mobil dalam perjalanan selama tiga jam. Kemudian mereka menumpang sepeda motor selama lima jam ke atas gunung. Jalanan yang dilalui sangat licin, dan Desi sering terjatuh dari sepeda motor.
Ketika perjalanan itu berakhir, para remaja putri itu baru tahu bahwa mereka masih harus mendaki selama delapan jam. Tetapi pertama-tama, mereka harus berhenti di sebuah kantor pemerintah di ujung jalan itu untuk mendapatkan izin mendaki gunung.
Beberapa orang dari Limbong berada di kantor, dan mereka dengan senang hati mengantar Desi ke desa dan mengumumkan berita besar itu.
Ketika para misionaris muda itu tiba, penduduk desa menyambut mereka dengan upacara tradisional. Seekor ayam muda berbulu dan berkaki hitam dibakar, direbus, dan dihidangkan kepada para tamu. Penduduk desa sendiri menyantap daging ayam yang biasa.
"Kami tidak bisa berbicara dalam bahasa mereka dan tidak mengerti apa yang mereka katakan," kata Desi. "Kami tidak tahu harus melakukan apa."
Yang lebih penting lagi, ia tidak tahu bagaimana mengabarkan Yesus, Ia bersama temannya berpuasa dan berdoa selama dua hari.
Charcoal (Arang Bubuk) dan Pepaya
Pada hari kedua, seorang wanita dari desa meminta pertolongan.
Ia membawa dua misionaris itu kepada ibunya, Indo Reko, yang terbaring sakit di ranjang. Wanita tua itu menderita karena pendarahan, mirip sekali dengan wanita yang disembuhkan Yesus dalam Markus 5:25—34. Para misionaris itu tidak memiliki pengalaman medis dan tidak mengetahui harus melakukan apa. Tetapi mereka memiliki charcoal, dan mereka mencampur dua sendok arang bubuk itu dengan air dan meminta izin untuk berdoa.
"Kami berdoa:'Tuhan, kami percaya bahwa Engkau dapat menyembuhkan wanita ini dengan charcoal'"kenang Desi."Tetapi kami berpikir:'Apakah lagi yang dapat kami lakukan?'"
Mereka memutuskan untuk menghubungi kampus 1.000 Missionary Movement, organisasi yang mengirim mereka ke desa itu. Untuk mendapatkan sinyal telepon selular, mereka harus mendaki beberapa jam lagi ke atas gunung. Hubungan telepon itu berhasil, dan seorang perawat dari kampus memberi saran kepada para remaja putri itu untuk mencampur sebuah pepaya kecil—beserta bijinya—dengan sebuah pisang berukuran sedang, dan memberikannya kepada Indo.
Kembali ke rumah Indo, Desi memberitahukan wanita itu:"Kami adalah orang Kristen, dan percaya bahwa Yesus akan menolong Anda. Jika Anda makan ini, Anda akan menjadi lebih baik"
Kedua misionaris itu memberikan campuran pepaya dan pisang
itu kepada Indo setiap hari selama 30 hari. Mereka juga mengajarinya untuk tidak makan makanan haram. Ketika waktu sebulan itu berakhir, pendarahan ibu itu berhenti dan Indo pun sembuh.
Peringatan tentang Racun
Penduduk desa menghargai pertolongan itu, dan mereka mulai memberikan nasihat-nasihat. Satu persatu mereka memberitahukan para misionaris itu untuk menghindari sebuah rumah di desa itu.
"Jangan pergi ke sana karena kamu akan diracuni," mereka memperingatkan.
Para misionaris mengabaikan nasihat itu, karena percaya bahwa Tuhan mengirim mereka ke semua keluarga di desa itu.
Ketika mereka mengetuk pintu rumah itu, seorang wanita berusia 30 tahun menyambut mereka dengan sukacita dan segera menawarkan makanan dan minuman.
Desi menatap singkong dan jagung ungu itu dan menoleh kepada rekan misionarisnya.
"Kamu duluan," katanya.
Temannya menyiku dan berkata: "Tidak, kamu duluan."
Desi bertanya kepada wanita itu, yang dikenal sebagai Mama Wandi, apakah mereka boleh berdoa bersama sebelum makan.
"Kami orang Kristen," kata Desi. "Kami percaya pada doa dalam segala sesuatu yang kami lakukan."
Setelah berdoa, dua remaja putri itu menyantap makanan yang disajikan—dan tidak terjadi apa-apa.
> Saksikan Desi di tautan: bit.ly/ Desi-Natalia-Ango > Temukan foto-foto tentang kisah ini di tautan: bit.ly/fb-mq 4Q18 AY.indd
Mama Wandi mengundang para misionaris itu untuk datang keesokan harinya dan menyuguhi mereka makanan lagi. Mereka berdoa dan tidak ada hal buruk yang terjadi. Hal ini terjadi setiap hari selama dua minggu. Akhirnya, Mama Wandi berkata kepada orang desa itu: “Para misionaris ini bukan orang biasa. Saya sudah meracuni makanan mereka selama dua minggu, dan mereka tidak sakit!"
Kisah ini beredar ke seluruh desa bahwa para misionaris ini kebal terhadap racun, dan banyak orang yang datang kepada mereka untuk mendengar cerita tentang Tuhan mereka.
Desi sekarang berusia 21 tahun dan sedang kuliah jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Klabat, sebuah sekolah Advent di ujung utara pulau Sulawesi, Ia berharap bisa kembali ke desa itu setelah lulus dan membuka sebuah sekolah dasar, Ia telah berkunjung ke sana selama beberapa kali sejak kunjungannya yang pertama, dan ia sangat senang karena Mama Wandi sekarang sedang belajar Alkitab.
"Satu hal dari Alkitab yang sungguh menguatkan kami selama tahun itu adalah Ayub 42:2, yang berbunyi: 'Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal'" kata Desi. "Tuhan benar-benar dapat melakukan apa saja."
Terima kasih untuk persembahan misi Anda yang mendukung pekerjaan penginjilan para misionaris di seluruh dunia.
Oleh: Andrew McChesney
Komentar
Posting Komentar