Lomon kecil tidak memakai seragam sekolahnya pada hari pertamanya di Ebeye Seventhday Adventist School di Marshall Islands. Pada hari kedua, bocah berusia lima tahun itu datang ke kelas taman kanak-kanaknya dengan mengenakan celana panjang hitam dan kaos abu-abu berkerah, Ia tidak betah untuk duduk diam dan mendengarkan gurunya, Elisa Albertsen, seorang misionaris muda dari negara bagian Alaska, Amerika Serikat, Ia ingin keluar untuk bermain di jalanan bersama teman-temannya yang belum bersekolah.
Download full 1 triwulan berita misi Advent Here
Ketika Lomon mulai mengganggu anak-anak lainnya, Elisa pun memisahkannya. Tetapi Lomon tetap tidak bisa tenang, Ia malahan mulai menirukan raungan serigala. "Ooo!" Ia meraung. "Oo-oo-oo-ooooooo!"
Elisa membawa Lomon ke kepala sekolah, tetapi sikapnya masih sama saja. Lebih buruk lagi, sebanyak 19 orang anak lainnya di kelas itu yang tidak bisa diam. Mereka mencakar dan menggigit satu sama lain, bahkan guru mereka. Pernah suatu hari, 20 orang anak itu berebut naik ke jendela kelas yang tidak berkaca, berusaha untuk melompat keluar kelas dan pergi ke jalan. Entah bagaimana waktu itu Elisa berhasil mencegah mereka.
Tetapi Lomon adalah tantangan yang terbesar. Akhirnya Elisa berbicara dengan bibi anak itu.
Dari situ ia mengetahui bahwa Ibu Lomon yang masih muda dan ayahnya yang pecandu alkohol tinggal di pulau lain, sehingga ia tinggal hanya dengan bibi dan pamannya di Ebeye, pulau yang berpenduduk hanya 12.000 orang di area seluas 32 hektar ini.
Hati Elisa pun makin terpaut pada Lomon. "Ia tidak memiliki kehidupan rumah yang baik, dan ini adalah pertama kalinya ia bersekolah," katanya. "Saya menyadari bahwa ia membutuhkan lebih banyak kasih sayang dan perhatian."
Kemudian Elisa memperhatikan bahwa Lomon datang ke sekolah dengan bekas-bekas luka di tubuhnya. Sepupunya pun datang dengan mata yang lebam. Elisa merasa bahwa ada sesuatu yang terjadi di rumah mereka, dan ia melaporkan hal itu kepada kepala sekolah. Namun tidak banyak yang dapat mereka lakukan dalam budaya di mana para wali maupun.anak-anakseringkali menyatakan bahwa luka-luka itu terjadi karena kecelakaan, di samping tidak ada lembaga perlindungan anak-anak.
Elisa memutuskan untuk tidak lagi berbicara dengan keluarga Lomon perihal kelakuan buruknya dan mulai berdoa. "Suatu hari saya pulang ke rumah sambil menangis dan bertanya kepada Tuhan: 'Apakah yang harus saya lakukan bagi anak ini? Saya ingin ia bisa naik kelas," katanya.
Ia merasakan sebuah pertempuran rohani terjadi di kelasnya meskipun mereka hanya anak-anak TK. "Ini adalah usia di mana mereka mulai mempelajari kebiasaan baik dan buruk," katanya. "Ini saatnya Iblis mengincar anak-anak belia itu untuk memutuskan hubungan mereka dengan Yesus."
Elisa merasakan dorongan untuk berdoa setiap hari—bukan hanya untuk Lomon dan masalah-masalahnya di kelas, tetapi juga untuk setiap siswa, setiap keluarga mereka, dan ia memohon agar Tuhan memenuhi atmosfir kelasnya dengan kasih-Nya. ia mengumpul-
Pos Misi
>Marshall lslands adalah negara kepulauan di tengah Samudra Pasifik. Republic of Marshall islands, demikian nama resminya, terletak di antara Hawai dan Australia.
>Marshall lslands memiliki dua bahasa resmi: Marshallese dan bahasa Inggris.
kan daftar nama-nama mereka dan mendoakan setiap siswa dan anggota keluarganya dengan menyebut nama mereka setiap pagi dan petang.
"Saya bertekad agar kelas saya mengalami perubahan," kata Elisa.
Di sekolah, Elisa menahan Lomon seusai kelas sebagai hukuman atas perilakunya, dan ia mengajaknya berdoa. Lomon tidak tahu bagaimana caranya berdoa, dan ia mengajarinya.
"Bapa surgawi yang terkasih," anak itu menirukan Elisa. "Terima kasih untuk hari ini. Terima kasih untuk makanan yang kumakan.
Saya menyesal karena telah nakal di kelas hari ini dan menyakiti temanku. Ampuni saya dan tolong saya untuk berusaha lebih menyimak dan lebih baik lagi besok." Suatu hari ketika berdoa bersama Lomon, anak itu berkata: "Bu, bu, bolehkah saya membereskan bangku-bangku itu?" Untuk pertama kalinya ia mau membantu gurunya!
<
Selama dua minggu sejak ia mulai mendoakan daftar nama-nama itu, Elisa mencatat adanya perubahan besar di kelasnya. Lomon mulai membereskan apa yang dikacaukan oleh teman-temannya, Ia juga berusaha melerai dengan berdiri di antara dua anak yang berkelahi dan menyuruh mereka berpelukan. Anak-anak lain di kelas pun mulai bersikap lebih baik. Mereka belajar berkata "maaf" dan "maafkan saya." Sebaliknya lawannya belajar untuk menjawab: "Saya memaafkanmu," dan memberikan pelukan. Kasih Allah mengisi kelas ini, kata Elisa.
Meskipun guru tidak boleh memiliki siswa kesayangan, Elisa mengatakan bahwa Lomon memiliki tempat khusus di hatinya, "Ia hanyalah seorang anak yang terluka dan ingin dikasihi serta membutuhkan lingkungan yang baik," kata Elisa yang saat ini berusia 21 tahun.
Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini akan
membantu Ebeye Seventh day Adventist School memperbaiki ruang-ruang kelasnya sehingga sekolah dapat terus mengajar anak-anak seperti Lomon tentang Bapa surgawi yang penuh kasih. Terima kasih atas persembahan misi Anda.
Nama siswa telah disamarkan. Lomon adalah nama umum bagi anak lelaki di kepulauan Marshall yang artinya "air tawar." Saksikan Elisa yang menuturkan kisah sukacitanya di tautan: bit.ly/Elisa-Albertsen. Bacalah tentang itu juga di situs Adventist Mission: bit.ly/ebeye-joy-journal.
Komentar
Posting Komentar