Catatan Editor: Ini adalah cerita pertama dari serangkaian cerita-cerita yang berkuasa tentang pengampunan dari korban yang selamat di genosida Rwanda yang berlangsung pada tahun 1994. Harap diperhatikan bahwa ini adalah pengalaman nyata dengan kronologi waktu yang detail.
Phodidas (Foe-DEE-dus) yang artinya "Aku menyembah Tuhan"—lahir dari keluarga anggota Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang tinggal di pegunungan Rwanda. Sejak usia dini Phodidas sudah menunjukkan kemampuan dalam kepemimpinan dan dedikasi untuk Firman Tuhan, la aktif di sekolah, Pathfinder, dan di acara Pemuda Advent (PA), la merasa bertanggung jawab terhadap kehidupan rohani rekan-rekannya dan membawa renungan pada kebaktian pagi di sekolah setiap hari.
Selama bertahun-tahun Alkitabnya telah ditandai dengan banyak garis pada setiap ayat yang menarik. Kemudian Phodidas sadari bahwa betapa Alkitab yang ditandai telah menyelamatkan nyawanya selama genosida Rwanda yang mengerikan pada tahun 1994 ketika ia diberi karunia untuk memberitakan Injil kepada pembunuhnya.
Dalam kata-katanya sendiri ia mengatakan apa yang terjadi.
Menggali Kuburan Saya
Sebelum membunuh saya, para pembunuh memutuskan bahwa saya harus menggali kuburan saya sendiri. Sambil saya menggali, saya juga berdoa.'Tuhan, saya percaya Engkau dapat menyelamatkan saya. Engkau dapat melindungi saya dari orang yang mau membunuh saya. Saya sudah berkhotbah tentang Daniel di gua singa, dan tentang bagaimana Engkau membebaskan Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dari dapur api. Apakah Engkau masih Tuhan yang sama? Tunjukkanlah itu kepadaku sekarang. Tolong berikan saya iman itu."'
Saya berharap bahwa Allah akan memberi saya sayap untuk terbang jauh, atau bahwa Dia akan mengirim api dari langit. Tetapi Tuhan menjawab dengan cara yang jauh berbeda dari apa yang saya bayangkan.
Saat saya sedang menggali kuburan saya, salah satu pembunuh mengambil Alkitab saya dan melihatnya. Melihat banyak garis berwarna di dalamnya ia bertanya, "Apakah arti semua warna ini?"
"Itu semua adalah ayat favorit saya," saya menjawab. Merasa tertarik, pria itu mulai membaca banyak ayat yang diberi garis tersebut. "Apakah Anda yakin Anda telah membaca semua ini?" la bertanya, hampir tak percaya.
"Ya," saya menjawab. Saya dapat melihat bahwa orang itu mulai jatuh kasihan pada saya.
Beralih ke sesama teman pembunuh ia berkata: "Teman-teman, saya tahu kita akan membunuh orang ini, tetapi tolong biarkan saya membantu dia menggali!"
Pemimpin mengangguk dan pria itu melompat ke dalam lubang dengan saya dan mulai menggali. "Tuhan, saya berdoa," makam ini akan selesai dengan cepat sekarang. Apakah yang akan Tuhan buat?"
Tuhan Punya Rencana
Tuhan punya rencana, tetapi kadang-kadang kita ingin mencoba untuk memaksa Tuhan agar menjawab doa kita dengan cara yang kita anggap terbaik, daripada percaya kepada-Nya.
Betapa terkejutnya saya, segera setelah kami selesai menggali, pembunuh yang menggali makam bersama saya berkata kepada rekan-rekannya, "Mengapakah kita harus menggunakan kuburan untuk orang yang bahkan kita sendiri tidak mengenalnya? Biarkan dia pergi dan menggali .kuburan lain di dekat jalan raya. Ini adalah lahan kita, mengapa kita harus mengubur dia di sini?"
Mereka setuju, dan memutuskan untuk menggunakan kubur itu untuk pria lain yang baru saja mereka bunuh. Kemudian ironisnya, salah satu pembunuh mengatakan: "Sebelum kita mengubur pria itu, mengapa kita tidak berdoa untuk dia."
Saya melihat kelompok mereka berkumpul di sekitar jenazah orang yang baru saja mereka bunuh sebelum saya datang"Maria, ibu Yesus, terimalah dia," kata mereka sebelum menggulingkan mayat ke dalam tempat yang telah disediakan untuk saya.
Tiba-tiba seluruh pandangan saya berubah! "Tuhan," aku terkesiap, "Jangan biarkan saya terpisah dari orang ini sebelum saya memberitahu siapa Engkau! Mereka adalah orang yang belum pernah mendengar tentang Engkau. Mereka pikir mereka dapat berdoa untuk seseorang yang telah mereka bunuh. Dan kami ikut
bertanggung jawab. Kami tidak pernah datang dan mengajarkan kepada mereka kebenaran tentang Engkau. "Dan benar setelah mereka menguburkan orang itu, kami berpindah dekat dengan . jalan raya. Saya hendak menggali kuburan lain ketika orang yang memegang Alkitab saya bertanya apakah ia bisa memilikinya. Saya berkata, "ya," tetapi rekan pembunuhnya mengatakan “Tidak! Ini milik kita. Kamu harus membayar untuk itu! ".
Tetapi saya bisa melihat bahwa Roh Kudus sudah menyentuh hati pria ini, jadi saya memohon, "Tolong, bisakah saya memegang Alkitab itu dan mengatakan sesuatu sebelum saya menggali kuburan lain?" .
Pria itu gembira dan berkata: "Silakan!"Tetapi yang lain berteriak: "Tidak! Dia adalah musuh kita.
Dia tidak ada hak untuk memberitahu kita."
Kemudian perdebatan semakin sengit, dengan beberapa kelompok bersikeras bahwa saya harus diberi kesempatan untuk mengatakan sesuatu, sementara yang lain bersikeras bahwa saya tidak boleh mengatakan apa-apa. Melihat keadaan yang akan menimbulkan perkelahian, salah satu dari mereka yang tampak lebih tua daripada yang lain bertanya,"Mengapakah' Anda akan memperebutkan seseorang yang Anda bahkan tidak tahu? Mereka yang ingin mendengarkan, duduk dan dengarkan; yang tidak mau mendengarkan duduk dan tutup telinga Anda. Ketika dia selesai, kita akan membunuhnya."
Jadi mereka semua duduk dan saya mulai berkhotbah.
(Bersambung)